PENDAHULUAN
Potensi
lahan basah di Indonesia masih belum banyak tergali. Kalimantan Selatan
merupakan daerah yang mempunyai sebaran lahan rawa (rawa air tawar dan rawa
gambut) yang cukup luas, yaitu 287.000 ha atau rawa gambut mencakup daerah yang
luas di dataran rendah Kalimantan dengan taksiran beragam antara 8 % - 11%
(MacKinnon dalam MacKinnon dan Artha 1981; Soeprapto dan Driessen 1976 dalam
MacKinnon et al 2000) dari seluruh luas wilayah yang ada. Tanah
gambut menunjukan adanya formasi hutan khas dengan flora yang agak terbatas,
(Anderson, 1972 MacKinnon et al (2000)). Lahan rawa yang cukup luas itu
ditumbuhi oleh berbagai macam jenis paku-pakuan, dan salah satunya tumbuhan
Kalakai (Stenochlaena palustris (Burm F)Bedd). Kalakai di Kalimantan
Selatan memiliki sebaran yang sangat banyak dan umumnya belum banyak
dimanfaatkan. Pemanfaatan tumbuhan ini hanya untuk sayuran saja dan menurut Soendjoto (2002) dijelaskan bahwa kalakai merupakan makanan
bekantan (Larvatus nasalis). Pangan fungsional diartikan sebagai
kumpulan makanan yang terbukti mampu mempertahankan fungsi biologis, baik
tunggal (single) maupun berkali-kali untuk meningkatkan (improve) kesehatan.
Pangan fungsional mempunyai
karakteristik sebagai makanan yaitu karakteristik sensorik, baik warna,
tekstur, dan citarasanya, serta mengandung zat gizi disamping mempunyai fungsi
fisiologis bagi tubuh. Di konsumsi layaknya makanan sehari-hari berupa makanan
atau minuman (Sampoerno dan Dedi Fardiaz, 2001). Fungsi fisiologis yang
diberikan antara lain mengatur daya tahan tubuh, mengatur kondisi fisik,
mencegah penuaan dan penyakit yang berkaitan dengan makanan. Menurut data TAD
(1981) dalam MaCKinnon (2000) kalakai adalah tumbuhan sebagai sumber makanan
suku Dayak Kenyah di Long S Barang (Apo Kayan) dan Long Segar (S. Telen)
Kalimantan Timur, bagian yang diambil batang dan daun. Secara spesifik, kalakai
yang digunakan oleh suku dayak untuk mengobati anemia belum pernah diteliti,
tetapi memberikan bukti yang nyata secara empiris (etnobotani). Kelakai
berkhasiat mencukupi Fe pada ibu menyusui dan balita, pereda demam, mengobati
sakit kulit, dan juga sebagai pencuci perut. Umumnya kandungan senyawa aktif
seperti alkaloid dan steroid diduga berperan bilamana terkait dengan kulit.
Selain diduga adanya flavonoid terkait dugaan keberadaan senyawa anti oksidan
seperti vitamin A dan C. Pada bagian lain potensi tersebut mampu dikembangkan
sebagai komoditas unggulan atau bahan dasar komoditas industri khususnya
industri pangan yang saat ini mengacu pada trend back to nature, perlu diteliti
dan dikaji secara ilmiah dengan metodologi yang tepat serta mengacu pada SOP
yang berlaku.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mendapatkan informasi ilmiah tentang potensi tumbuhan kalakai (Stenochlaena
palustris (Brum. F) Bedd) untuk dijadikan pangan fungsional. Informasi
ilmiah adalah sebagai berikut : Golongan senyawa metabolit primer (lemak,
protein) dan sekunder (Flavonoid, Steroid, Alkaloid) di dalam jaringan komponen
tumbuhan kalakai. Variasi kandungan vitamin dan mineral terutama besi, perlu
dianalisa secara kuantitatif untuk dijadikan dasar untuk menjawab empirical
studies yang selama ini berkembang di masyarakat tentang peran fungsional
kalakai terhadap anemia karena Fe yang dikandungnya.
METODE PENDEKATAN
Metode pendekatan yang digunakan
adalah metode uji proximate (Air, abu, Serat kasar, Protein, Lemak dan
Karbohidrat), Uji Mineral (Fe dan Ca), Uji Vitamin (Vitamin A dan Vitamin C)
dan Uji Fitokimia (Alkaloid, steroid dan Flavonoid). Metode pendekatan untuk
mengetahui informasi sebaran kalakai adalah dengan pengumpulan data kuantitatif
kawasan budidaya pertanian lahan basah pada Kabupaten Barito Kuala yang menjadi
titik fokus kajian.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan dari bulan
April - Oktober 2005, bertempat di Laboratorium Analisis Kimia, Laboratorium
Mikrobiologi dan Analisis Bahan Industri Fakultas Pertanian Universitas Lambung
Mangkurat. Pengambilan sample dilakukan diwilayah Kabupaten Barito Kuala
Kalimantan Selatan.
Pelaksanaan Persiapan Sampel
Persiapan sampel dilakukan pada dua
bagian Kalakai (batang dan daun). Pekerjaan tersebut meliputi beberapa
kegiatan: Pengumpulan bahan baku, Sortasi basah, Pencucian, Perajangan,
Pengeringan,Sortasi kering, Ekstraksi. Ekstraksi Alkaloid mengacu pada metode
Martono, (1983), ekstrak flavonoid mengacu pada Budzianowski et al (1985)
dan ekstraksi Steroid pada metode Bahti et al (1983). semua kegiatan
dilaksanakan berurutan.
Uji proksimate Penentuan/Penetapan
Kadar Air (AOAC, 1995) : Penetapan kadar air dilakukan dengan mengeringkan pinggan porselin pada
suhu 105oC selama 30 menit. Setelah
didinginkan di dalam eksikator kemudian ditimbang. Serbuk daun sebanyak 2 gram
dimasukkan ke dalam pinggan porselin lalu dikeringkan di oven dengan suhu 105oC selama 2 jam. Kadar air dihitung dengan cara berikut : KA
(%) = bobot awal-bobot setelah dikeringkan/bobot awal x 100%.
Uji Kadar Protein (AOAC, 1995) : 2 g sample dalam labu kjeldhal 30 ml.
Tambahkan 1,9 g K2SO4, 4
mg HgO dan 3,5 H2SO4.
Jika sampel lebih dari 15 mg tambahkan 0,1 H2SO4 untuk setiap bahan organik di atas 15 mg. Didihkan sampel
selama 1 – 1,5 jam sampai jernih. Dinginkan, tambahkan sedikit air perlahan,
dinginkan dengan menambahkan 5 ml aquadest. Pindahkan isi labu ke alat
destilasi. Cuci dan bilas labu 5 - 6 kali dengan 12 ml aquadest, pindahkan
cucian ke alat destilasi. Letakkan erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml asam
borat dan 2 – 4 tetes indikator (campuran dua bagian metilen merah 0,2 % dalam
alkohol dan satu bagian metilen blue 0,2 % dalam alkohol) di bawah kondensor.
Ujung tabung kondensor harus terendam dibawah larutan asam borat. Kemudian
tambahkan 8 – 10 ml NaOH 60 % dan Na2S2O8. Lakukan destilasi sampai tertampung
kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Bilas tabung kondensor dengan air
dan tampung bilasannya dalam erlenmeyer yang sama. Encerkan isi erlenmeyer
kira-kira sampai 50 ml kemudian titrasi dengan HCl 0,1 N sampai warna menjadi
abu-abu. %N = ((ml HCl – ml blanko) x N x 14,007 x 100) /mg sample, %protein=
%N x 6,25
Uji kadar lemak (AOAC, 1995) : Contoh bebas air sebanyak 10 gr
diekstraksi dengan pelarut Hexan selama 6 jam dalam soxhlet. Hasil ekstraksi
diuapkan dengan cara dianginkan lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu 40oC sampai kering selanjutnya didinginkan dalam desikator
sampai beratnya konstan. Kadar lemak (%) = (B2 /B1) x 100% Keterangan B1 =
Bobot contoh awal (gr) , B2 = Bobot lemak (gr)
Uji Kadar serat kasar (AOAC, 1995) : Timbang 2 g bahan kering dan
ekstraksi lemaknya dengan soxhlet. kalau bahan sedikit mengandung lemak tidak
perlu gunakan 10 g bahan tidak perlu dikeringkan dan ekstraksi lemaknya.
Pindahkan bahan ke dalam erlenmeyer 600 ml. Kalau ada tambahkan 0,5 g asbes
yang telah dipijarkan dan 3 tetes zat anti buih. Tambahkan 200 ml H2SO4 mendidih (1,25 g H2SO4 pekat/100 ml = 0,255 N H2SO4) atau 7 ml/1000 ml air. Tutuplah
dengan pendingin balik, didihkan selama 30 menit sambil digoyang. Saring
suspensi lalu residu yang tertinggal dan erlenmeyer dicuci dengan aquadest
mendidih. Cucilah residu dalam kertas saring sampai air cucian tidak bersifat
asam lagi. Pindahkan secara kuantitatif residu dari kertas saring kedalam
erlenmeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dicuci dengan larutan NaOH mendidih (1,25 g NaOH/100 ml = 0,313
N NaOH) sebanyak 200 ml sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer. Didihkan
dengan pendingin balik sambil digoyang selama 30 menit. Saring melalui kertas
kering diketahui beratnya, sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Cuci lagi residu dengan aquadest
mendidih, dan lebih kurang 15 ml alkohol 95%. Keringkan kertas saring atau krus
Gooch dengan isinya pada 110o C sampai berat
konstan (1-2 jam), dinginkan di desikator dan timbang. Berat residu = Berat
serat kasar
Uji kadar abu (AOAC, 1995) : Bakar cawan pengabuan di tanur, dinginkan
didesikator, dan timbang. Timbang 2 gr sampel dalam cawan tersebut, bakar
sampai berwarna abu-abu. Pengabuan dilakukan 2 tahap Pertama suhu sekitar 400o C dan kedua suhu 600o C.
dinginkan di desikator kemudian timbang.
Ca (Anton A. 1989) : Pipet 20-100 ml larutan abu hasil
pengabuan kering, masukkan ke dalam gelas piala 250 ml. Jika perlu tambahkan
25-50 ml aquadest. Tambahkan 10 ml larutan amonium oksalat jenuh dan 2 tetes
indikator merah metil. Buat larutan menjadi lebih sedikit asam dengan menambahkan
beberapa tetes asam asetat sampai warna larutan merah muda (pH 5,0). Panaskan
larutan sampai mendidih, diamkan selama minimum 4 jam atau semalam pada suhu
kamar. Saring menggunakan kertas saring Whatman No.42 dan bilas dengan aquadest
sampai filtrat bebas oksalat (jika digunakan HCl dalam pembuatan abu, fitrat
hasil saringan terakhir harus bebas Cl dengan mengujinya menggunakan AgNO3. Lubangi ujung kertas saring menggunakan batang gelas. Bilas
dan pindahkan endapan dengan H2S04 encer (1+4) panas, kedalam gelas piala bekas tempat
mengendapkan kalsium. Kemudian bilas 1 kali dengan air panas dan selagi panas
(70o - 8Oo C) titrasi dengan larutan KmNO4 0,01
N sampai larutan berwarna merah jambu permanen yang pertama. Masukkan kertas
saring dan lanjutkan titrasi sampai tercapai warna merah jambu. Perhitungan:
mgCa/100g sample = Hasil titrasi x 0,2 x total volume larutan abu x 100 Vol
larutan abu x berat sample yg diabukan.
Fe (Anton A. 1989) :Pembuatan
pereaksi 1.
Larutan potasium persulfat jenuh (K2S2O8) : larutkan 7-8 g potasium persulfat
bebas besi dengan 100 ml air didalam sebuah botol tertutup gelas, campur
merata. Kocok sebelum digunakan dan simpan di dalam kulkas. 2. Larutan potasium
tiosianat 3 N : larutkan 146 g KSCN di dalam air dan encerkan sampai 500 ml.
Saring jika keruh. Tambahkan 20 ml aseton murni untuk menaikkan „‟ keeping
quality‟‟. 3. Larutan besi standar : larutkan 0,702 g kristal FeSO4.(NH2)4SO4.6H2O di dalam 100 ml air. Tambahkan 5 ml
asam sulfat pekat, hangatkan sebentar dan tambahkan potasium permanganat pekat
tetes demi tetes sampai satu tetes terakhir menghasilkan warna tetap. Pindahkan
ke labu takar 1000 ml, bilas dengan air, encerkan sampai tanda tera
(konsentrasi standar = 0,1 mg besi/ml larutan). Larutan ini stabil.
Gunakan larutan abu dari hasil
pengabuan kering. Kedalam tiga tabung reaksi tertutup yang terpisah masukkan
larutan seperti daftar berikut:


Vitamin A (Anton A. 1989) : Hancurkan 10 g contoh/sampel dengan
blender, tambahkan aseton lalu diaduk (ekstraksi). Filtrat dipindahkan kedalam
labu pemisah dan tambahkan 10 – 15 ml petroleum eter. Pigmen dipindahkan ke
dalam fase petroleum eter dengan cara mengencerkan aseton dengan air yang
mengandung 5 % Na2SO4 (penambahan
sedikit demi sedikit ). Ulangi ekstraksi fase aseton dengan petroleum eter,
saring melalui Na2SO4 anhidrans,
kepekatan diatur supaya dapat terbaca pada spektrofotometer. Tentukan
absorbance pada panjang gelombang (λ) 436 nm.

Vitamin C (Jacobs) : Timbang 200 – 300 g bahan segar dan
hancurkan dalam waring blender sampai diperoleh slurry. Timbang 10 – 30 g
slurry masukkan ke dalam labu takar 100 ml dan tambahkan aquadest sampai tanda.
Saring dengan krus Gooch atau dengan sentifuge untuk memisahkan filtratnya.
Ambil 5 – 25 ml filtrat dengan pipet dan masukkan ke dalam erlenmeyer 125 ml.
Tambahkan 2 ml larutan amilum 1 % (soluble starch) dan tambahkan 20 ml aquadest
kalau perlu, kemudian titrasi lah dengan 0,01 N standard yodium yang mengandung
16 g KI per liter. Perhitungan : 1 ml 0,01 N Yodium = 0,88 mg asam askorbat.
Uji fitokimia : Senyawa yang akan diuji yaitu
alkaloid, steroid dan flavonoid.. Golongan senyawa alkaloid dideteksi dengan
menyemprotkan pereaksi Dragendorf. Golongan senyawa steroid, dideteksi dengan H2S04 dan asam asetat anhidrat. Sedangkan
golongan senyawa flavonoid dideteksi dengan cara melarutkan 10 ml filtrat
dengan 0,5 g Mg ditambahkan 2 ml. alkohol klorhidrat dan 20 ml amil alkohol,
dikocok dengan kuat, terbentuknya wama merah, kuning, dan jingga pada lapisan
amil alkohol, itulah pertanda yang menunjukkan adanya kandungan senyawa
flavonoid. Bila deteksi dini menunjukkan hasil positif maka dilanjutkan dengan
uji secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode spesifik yaitu
untuk senyawa alkaloid mengaju pada metode Martono(1983), ekstraksi flavonoid
mengacu pada Budzianowski et al (1985) dan ekstraksi steroid dengan
metode Bahti et al (1983)
Bahan
Daun dan Batang muda Kalakai, NaOH
1,25%, K2SO4,
etanol, H2S04 1,25%,
aquadest, K2SO4,
HgO,H2SO4, H3BO4, NaOH, HCl, Heksana, besi standar,
air, H2S04 pekat,
K2S208, KSCN, larutan abu, aseton murni, larutan amoniumoksalat
jenuh, indikator merah metil, asamasetat encer, AgN03, H2S04 encer, air panas, KMN04 0,01 N, KI, I2, Amilum, MgCO3, Mg aktif, supercel (1+1), lapisan Na2S04 anhydros setinggi 1 cm, Pereaksi
Wagner, Mayers, dan Dragendorf, NH2,
CHCl3, etanol, metanol, etil asetat,
amilalkohol, besi klorida, formaldehid, asam asetat anhidrat.
Alat
pisau stainless steel, gunting
tanaman, baskom, pinggan porselin, eksikator, neraca analitik, oven, Labu
kjedahl, alat destilasi, erlenmeyer, kondensor, soxhlet, pendingin balik,
kertas saring, cawan porselen, tanur, kuvet, gelas ukur, tabung reaksi, pipet,
gelas piala, biuret, kertas saring Whatman No 42, Blender/mortar, water bath,
sentrifuge, labu pemisah, labu takar, Sprayer.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kadar Air
Hasil analisis kadar air kalakai
disajikan pada Tabel 1.



Pembahasan
Mitchel, 1991; daun dan jaringan
lainnya merupakan sumber hasil asimilasi. Sebagian hasil asimilasi yang telah
diproduksi tetap tinggal dalam jaringan untuk pemeliharaan sel. Daun yang
sedang berkembang memerlukan hasil asimilasi yang di impornya untuk penyediaan
energi dan kerangka karbon yang diperlukannya untuk tumbuh dan berkembang
sampai daun-daun itu dapat memproduksi hasil asimilasi yang cukup untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri. Berdasarkan pernyataan inilah diduga mengapa
sebagian besar kandungan senyawa yang dianalisis lebih tinggi jumlahnya pada
daun dibandingkan batang. Hasil penelitian Potensi Kalakai sebagai Pangan
Fungsional, diketahui Kalakai memiliki kandungan Protein, Lemak dan serat yang
sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional. Keunggulan
mineral besi memberikan hasil yang signifikan dan sesuai dengan potensi pada
kajian secara empiris. Hasil analisa komponen proximate, kandungan vitamin,
mineral dan kandungan senyawa bioaktif yang ada pada tumbuhan tersebut, menunjukkan
angka-angka yang bervariasi besarnya antara bagian batang dan daun. Pada
beberapa komponen yang dianalisa menunjukkan bahwa angka-angka yang ditunjukkan
pada analisa daun lebih besar daripada angka-angka yang ditujukkan oleh bagian
batang.
Analisa Proksimate Kadar Air Hasil analisis proksimat kadar air
kering ditunjukkan pada tabel 1, yaitu : pada daun dengan kadar air rata-rata
sebesar 8,85587 % dan pada batang 7,2756
%. Persentase kadar air tertinggi
berdasarkan Tabel 1. terdapat pada bagian daun.
Kadar Abu Persentase rata-rata kadar abu pada
bagian daun adalah sebesar 10,3678% lebih besar daripada persentase rata-rata
kadar abu bagian batang yaitu 9,1936%. Kandungan abu dan komposisinya
tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya (Slamet Sudharmaji, Bambang
Haryono, Suhardi, 2003). Abu dalam proses analisis proksimat merupakan sisa
pembakaran sempurna dari suatu bahan yang tidak menguap yang didalamnya
terdapat beberapa mineral. Mineral tersebut dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perbaikan jaringan, pembentukan tulang dan gigi, pembentukan rambut, dan kuku
(R.B. Ach. Murtada et al., 2002)
Serat Kasar Persentase serat kasar pada batang
lebih besar daripada yang ada pada daun.ditunjukkan pada Tabel 3. Persentase
rata-rata pada daun 1,93% sedangkan pada batang 3,35%. Serat kasar mengandung
selulose dan senyawa sebangsanya yang tidak dapat dicerna sebaik atau secepat
bahan ekstrak tanpa nitrogen (terutama terdiri dari pati) (Tillman, et al.,
1986 dalam R.B. Ach. Murtada et al., 2002). Dikemukakan juga
bahwa serat kasar mengandung selulose, hemiselulose dan lignin. Selulose
merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman bersama hemiselulose dan
lignin. Hemiselulose merupakan sekelompok senyawa yang terdapat bersama-sama
dengan selulose pada jaringan daun, batang dan beberapa macam biji tanaman.
Lignin adalah bagian yang menjadi kayu dari tanaman seperti janggel, biji,
bagian serabut kasar, akar, batang dan daun yang mengandung subtansi yang
kompleks dan tak dapat dicerna (R.B. Ach. Murtada et al., 2002). Inilah
yang menyebabkan bagian batang memiliki serat kasar yang lebih tinggi daripada
di daun. Berdasarkan R.B. Ach. Murtada et al., 2002; keberadaan serat
kasar tinggi berhungan dengan rendahnya nutrisi dan kemampuan suatu makanan
untuk dicerna, tetapi memiliki fungsi dan peran yang penting pada sistem
peristaltik dalam pencernaan.
Kadar Protein Rata-rata persen Protein daun 11,4817
% dan batang rata-rata 1,8915% Nilainya lebih rendah bila dibandingkan dengan
jenis sayuran yang merupakan sumber protin seperti kacang hijau yang memiliki
kadar protein sebesar 22,2%. Hal ini disebabkan kadar N yang terkandung di
dalam protein lebih banyak terdapat di daun. Nitrogen selalu bergerak dalam
tubuh tanaman. N banyak digunakan oleh daun yang masih muda dan organ yang
sedang tumbuh dimana organ tersebut banyak memerlukan N seperti buah dan biji
(Franklin P Gardener et al., 1991). Dengan adanya kadar protein yang
diperoleh maka tanaman kalakai juga dapat menjadi salah-satu sumber asupan
protein nabati bagi masyarakat yang mengkonsumsinya, terkait dengan kandungan
proteinnya daun sangat direkomendasikan untuk dikonsumsi.
Kadar Lemak Kadar lemak pada batang lebih rendah
yaitu sebesar 1,366% dan daun lebih tinggi sebesar 2,6770 %. Tingginya
persentase kadar lemak pada daun disebabkan daun merupakan jaringan yang
aktifitasnya tinggi. Menurut Tillman, et al., 1986 dalam R.B.
Ach. Murtada et al., 2002 mengemukakan bahwa protein dan lemak pada
tanaman erat kaitannya dengan aktifitas jaringan. Lemak tak jenuh penting bagi
tubuh yaitu untuk cadangan energi dan proses metabolisme di dalam tubuh,
sementara rendahnya lemak pada bagian batang karena didominasi senyawa
selulose, lignin dan lainnya yang merupakan komponen serat kasar.
Kalsium (Ca) Pada hasil analisis tersebut dapat
dilihat bahwa rata-rata kadar Ca di daun lebih besar dari pada di batang
sebesar 182,065 mg per 100 ml di batang dan 168,775 mg per 100 ml di daun.
Mineral kalsium merupakan salah satu mineral yang menunjang aktivitas
metabolisme dalam tubuh. Kalsium diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi,
selain itu kalsium dapat mengurangi resiko osteoporosis
Besi (Fe) Hasil analisis mineral Fe pada Tabel
7 menunjukkan rata-rata Fe di daun lebih tinggi sebesar 291,3158 mg per 100 mg,
dibandingkan di batang 221,4427 mg per 100 mg. Fe merupakan salah satu komponen
penyusun pigmen yang ada pada daun (Franklin F Gardener. et al,. 1991).
Kandungan besi dalam kalakai cukup tinggi. Mineral besi (Fe) sendiri berfungsi
untuk membentuk hemoglobin yang membawa oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh.
Sehingga kalakai dapat digunakan sebagai pangan fungsional penambah darah
(Prof. Dr Made Astawan, 2005). Berdasarkan penelitian Daisy Irawan, C. Hanny
Wijaya, Suwido H. Limin, Yayusuki Hashidoko, Mitsuru Osaki dan Ici P. Kulu,
2003; menyatakan bahwa kalakai secara tradisional juga diketahui dapat
menstimulasi produksi ASI pada ibu menyusui.
Vitamin C Jumlah rata-rata vitamin C di daun
lebih rendah dari pada rata-rata di batang yaitu sebesar 219,7 mg per 100 ml
dan 264 mg per 100 ml. Asam askorbat berfungsi membantu penyerapan Fe dalam
tubuh, sehingga sangat sesuai dengan hasil Fe yang tinggi. Kombinasi beberapa
nutrien dalam tubuh sangat diperlukan, pada plasma darah, mineral tembaga
berikatan dengan seruplasmin yang mengkatalisis oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ yang kemudian
akan ditransfer oleh protein transpor menuju hati (Belitz dan Grosch, 1999
dalam Daisy Irawan et al., 2003). Vitamin C juga berperan sebagai
elektron transport, pembentukan kolagen, obat dan metabolisme steroid,
metabolisme tirosin, metabolisme ion logam, antihistamin, fungsi imun, anti
carsinogen, antioksidan dan fungsi prooksidan dalam tubuh. Sebagai antioksidan
vitamin C dapat menetralkan radikal bebas dan penyakit kulit. Melalui pengaruh
pencahar, vitamin C dapat meningkatkan pembuangan faeses atau kotoran (Daisy
Irawan et al., 2003; Intisari online, http// :www.indomedia.com. 2000).
Vitamin A Jumlah vitamin A pada daun sebesar
26976.29 ppm dan di batang 10425.65 ppm. Hasil ini berkolerasi positif dengan
keberadaan senyawa Fe yang dikandung daun juga jauh lebih tinggi dibandingkan
batang. Keberadaan vitamin A tidak terlepas dari keberadaan derivat lainnya
seperti senyawa beta karoten dan antosianin. Senyawa Antosianin juga
menyebabkan pigmen kuning kemerahaan seperti yang terlihat pada pucuk daun
Kalakai. Pada bagian inilah yang dominan diambil dan dikonsusmsi masyarakat dayak
untuk bahan sayuran. Bahan aktif vitamin A, bermanfaat memperkuat sel
kekebalan, mengatur pertumbuhan, pembelahan sel, mengurangi pertumbuhan sel
ganas. Berbagai penelitian menunjukkan suplementasi vitamin A dapat menurunkan
23% angka kematian anak akibat campak, diare, dan infeksi saluran pernapasan
(Kompas, 26 Februari 1999).
Uji fitokimia Dari Tabel 10. pada daun menunjukkan
kandungan flavonoid lebih tinggi dibandingkan dengan alkaloid dan steroid. Hal
ini diduga terkait dengan fungsi spesifik dari flavonoid yang mampu sebagai
antioksidan dan sama dengan vitamin A yang lebih dominan pada daun. Pada batang
alkaloid lebih tinggi dibandingkan flavonoid dan steroid. Diduga erat terkait
dengan komponen kulit batang berbagai tanaman terutama tanaman obat yang kaya
akan alkaloid. Fungsi Fisiologis senyawa fitokimia adalah sebagai antikanker,
antimikroba, antioksidan, antitrombotik, anti-radang, merangsang sistem daya
tahan tubuh, mengatur tekanan darah, mengatur kadar gula darah, dan menurunkan
kolesterol (Waltz, 1996 dalam Sampoemo et al., 2000). Berdasarkan
Winarno, 2002; warna- warna merah, biru, ungu pada bagian-bagian tanaman
disebabkan oleh warna pigmen antosianin, yang merupakan bagian dari senyawa
flavonoid. Namun warna daun kalakai yang hanya berwarna merah keunguan
menunjukkan bahwa konsentrasi antosianin yang dikandung bagian tanaman tersebut
rendah. Pada batang kalakai yang berwarna hijau muda diduga hanya sedikit
mengandung senyawa flavonoid dan hal ini dibuktikan sesuai data pada Tabel 10.
Alkaloid sejati merupakan senyawa nitrogen yang memiliki struktur kompleks dan
bersifat basa. Atom nitrogen yang terdapat di dalam struktur merupakan bagian
dari sistem heterosiklik dan dapat menyebabkan terjadi aktifitas farmakologis.
Alkaloid jenis ini terbentuk secara biosintesis dari asam amino dan pada
tumbuhan ditemukan dalam bentuk garam (Hesti Heryani, 2002). Pada tanaman
sendiri, alkaloid berfungsi sebagai zat racun untuk melawan serangga atau hewan
pemakan tanaman, pengatur tumbuh, sebagai substansi cadangan untuk memenuhi
sumber Nitrogen atau elemen lain yang penting bagi tumbuhan, dan merupakan
hasil akhir reaksi detoksifikasi dari zat yang berbahaya bagi tumbuhan (Sumiwi,
1992). Potensi Sebaran Kalakai Potensi Sebaran Kalakai dapat dilihat
dari habitat Kalakai yang ada di Kalimantan Selatan. Habitat kalakai adalah di
daerah rawa gambut yang secara umum disebut lahan basah. (MacKinnon et al.,
2000). Daerah yang banyak memiliki rawa gambut adalah Kabupaten Barito Kuala
yang luasnya menurut “Peta Rencana Tata Ruang Kalimantan Selatan” (Perda Nomor
9 Tahun 2002) adalah sebesar 155477,50 Ha.
KESIMPULAN DAN
SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan
baik pada komponen daun maupun batang diperoleh kesimpulan beberapa hal berikut
:
1.
Daun
memiliki protein dan lemak, masing-masing 11,48% dan 2,63%. Keunggulan daun
yaitu tingginya kandungan mineral Kalsium dan Besi. Kandungan besi 291,32 mg
per 100 mg bahan, memungkinkan sebagai pencegah anemnia. Vitamin A daun dua
kali lipat lebih banyak dibandingkan batang yaitu sebesar 26976,29 ppm.
Flavonoid yang lebih tinggi di daun (1,75%) memungkinkannya dijadikan sebagai
antioksidan dan anti kanker.
2.
Batang
memiliki keunggulan dalam hal serat kasar (3,19%). Dalam hal kandungan
bioaktif, batang memilki kandungan alkaloid yang lebih besar dibanding daun
yaitu 3,82%. Karena itu batang sangat terkait dengan kemampuannya sebagai anti
alergi dan gatal pada kulit. 3. Berdasarkan habitat tumbuh kalakai, potensi
sebaran terbesar di daerah Barito Kuala Propinsi Kalimantan Selatan yaitu
sebesar 155477,50 Ha.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
terkait dengan produk pangan fungsional yang diekomendasikan, sehingga
kandungan protein, mineral Fe, vitamin A serta senyawa alkaloid dan flavonoid
yang menonjol dapat dipertahankan dan tidak hilang selama proses atau dalam
fase teknologi pengolahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2001. Analisa Proksimat Bahan Pakan. Fakultas Pertanian Unlam. Banjarbaru.
Anonim.
Health: Saturday, 24 Sep 2005. Jenis, Fungsi, Sumber Gizi bagi Tubuh. Majalah
Lisa.
Anton
Apriantono dkk. 1989. Analisis Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Bahti et al 1983. Isolasi dan
Identiflkasi senyawa-senyawa Steroid dan Senyawa- senyawa yang Bertalian Dengan
serta Senyawa-senyawa Alkoloid dari Daun Kamboja (Plumiera acutofolia Poir).
Laporan penelitian. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Budzianowski et al. 1985. di dalam
Gauci, K. 1998. Pharmacognosy of the local plant P. Officinalis. www. Cis. Urn.
Ed. MC-plicy/sypm98/KevinGauci. Htnil-7k.
Daisy Irawan, C. Hanny Wijaya, Suwido
H. Limin, Yayusuki Hashidoko, Mitsuru Osaki dan Ici P. Kulu. 2003.
Ethnobotanical Study And Nutrient Potency of Some Local Traditional Vegetable
in Central Kalimantan (I) dalam Proceeding of The International
Symposium on Land Management And Biodiversity In South East Asia. Bali,
Indonesia. 17-20 September 2005. Hokaido University. Sapporo. Japan and
Research Center of Biology, The Indonesia nstitute of science Bogor.
F. G. Winamo. 2002. Fisiologi Lepas
Panen Produk Hortikultura. M-BRIO Press. Bogor. Franklin P Gerdener, Pearce R
Brand, Mithel Roger L. 1991. UI Press. Jakarta.
Gembong Tjiprosoepomo. 1988. Taksonomi
tumbuhan (spermathopyta). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia.
Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Terjemahan K.Padmawinata dan 1.
Soediro. ITB. Bandung.
Hesty Heryani. 2002. Kajian Fraksi
Aktif Formulasi Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack) Sebagai Anti Kanker
Mikroorganisme Klinis. Proram Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
MacKinnon., dkk. 2000. Ekologi
Kaliamantan Edisi Ill. Jakarta Made Astawan. Prof. DR. 2002 Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal.
KOMPAS.
Martono S. 1983. Isolasi dan
Identifikasi Zat Aktif Berkhasiat analgetik pada Daun Gendarussa vulgaris Ness.
Laporan Penelitian. Fakultas Farmasi Univ. Gadjah Mada. Yogyakarta.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik
Tumbuhan Tinggi. Edisi Keenam. Penerbit ITB, Bandung.
R.B Ahmad. Murtada. 2002. Analisa
Proksimat Pakan Kijang. Agrosain Vol 15 (2). Hal 263-274.
Sampoemo dan Dedi Fardiach. 2000.
Kebijakan. dan Pengembangan Pangan Fungsional dan Suplemen Di Indonesia di
dalam Prosiding Seminar Nasional Pangan Tradisional Basis Bagi Industri Pangan
Fungsional & Suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Slamet Sudarmadji, Bambang Haryono,
Suhardi. 1976. Prosedur Analisa Hasil Untuk Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberti Gadjah Mada. Yogyakarta.
. 1989. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberti Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudjana,
Dr, MA, Msc. 1975. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.
Sumiwi, S.A. 1992. Kromatografl Lapis
Tiga Alkaloid dari Daun Kelor. Moringa oleifera Lamle Laporan
Penelitian. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
DepartemenPendidikanDan Kebudayaan. Jakarta.
Voon Boon Hoe, Bagsci dan Kuch Hong
Siong, Bagsei (1999). The Nutritional value of indigenous fruits and vegetables
in sarawak. konference International Asia Pasifik Clinical Nutrition Society,
Serawak Malaysia
No comments:
Post a Comment