Labels

Friday, May 4, 2018

MAKALAH EKOLOGI TENTANG PELESTARIAN LINGKUNGAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan lahan yang terus meningkat menjadi penyebab dimanfaatkannya lahan marginal seperti lahan rawa pasang surut sulfat masam. Dari 20.11 juta ha lahan pasang surut yang ada di Indonesia, 6.7 juta ha adalah lahan sulfat masam. Kalau digabungkan dengan lahan potensial (yang juga berpotensi sulfat masam) 2.07 juta ha lahan, maka jumlahnya mencapai 8.77 juta ha. Lahan sulfat masam merupakan ekosistem yang potensial untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian,karena arealnya yang cukup luas sehingga mempunyai peran yang strategis dalam mendukung peningkatan produksi beras nasional (Subiksa dan Diah, 2009).
Menurut Maas (1989) tanah sulfat masam potensial dicirikan oleh adanya material sulfidik. Material sulfidik adalah tanah mineral yang mengandung komponen sulfur yang dapat teroksidasi. Ditambah oleh Subiksa dan Diah (2009) Bahan sulfidik adalah sumber kemasaman tanah, bila bahan ini teroksidasi akan menghasilkan kondisi sangat masam. Bahan ini disebut pirit (FeS2), bila terekspos oleh udara terbentuk H2SO4 yang dapat mengasamkan lingkungan sehingga tanah tersebut tidak dapat dibudidayakan. Masalah hara yang paling banyak dilaporkan pada lahan sulfat masam adalah ketersediaan hara P yang rendah dan fiksasi P yang tinggi oleh Al dan Fe. Hara P merupakan salah satu unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman. Hara ini berfungsi untuk pertumbuhan akar, transfer energi dalam proses fotosintesis dan respirasi, perkembangan buah dan biji, kekuatan batang dan ketahanan terhadap penyakit. Perilaku P- tanah dapat mempengaruhi status ketersediaan P dalam tanah sehingga dapat ditentukan jumlah pupuk P yang diperlukan tanaman untuk mencapai hasil yang optimum. Untuk menentukan konsentrasi unsur hara P dalam tanah harus menggunakan metode analisis yang sesuai untuk tanah dan tanaman yang diusahakan. Analisis P-tersedia dalam tanah dapat diukur dengan menggunakan berbagai bahan pengekstrak. Ada beberapa metode pengekstrak yang sering digunakan yaitu metode Bray I, Bray II, Truog, Olsen dan North Carolina. Namun dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa tidak semua metode sesuai dengan semua jenis tanah, tanaman maupun kondisi lingkungan. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengkaji P-tersedia tanah sawah sulfat masam potensial dengan menggunakan tiga metode analisis P tersedia yaitu Bray II, Truog dan Olsen.


Tujuan

Mengetahui kadar P tersedia pada tanah sawah sulfat masam Potensial melalui beberapa  metode.


TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tanah fosfat yang diserap tanaman berupa ion yang keberadaannya dipengaruhi oleh pH tanah. Pada tanah masam bentuk ion H2PO4- merupakan ion yang larut, sedang pada tanah alkalis maka HPO42- dan PO43- akan ditemukan, semakin rendah pH tanahnya semakin dominan ion H2PO4- (Goeswono, 1983).
Kekurangan unsur fosfat dalam tanah dapat disebabkan oleh dua hal. Pertama, unsur fosfat tidak terdapat dalam bahan induk tanah, dan kedua fosfat yang tersedia ataupun yang ditambahkan untuk tanaman dengan segera diserap oleh bentuk-bentuk Al maupun Fe yang terdapat dalam tanah. Pemupukan P secara terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya akumulasi residu P yang tinggi, karena hara P mempunyai mobilitas yang kecil dan efisiensinya hanya sekitar 20% (Adiningsih et al., 1990).
Fosfat bersama N dan K digolongkan sebagai unsur utama walau P di absorbsi lebih kecil dari kedua unsur tersebut (Rinsema, 1983). Dan menurut Setyomijoyo (1986) bahwa fosfat di dalam tanah berperan dalam pembentukanproteinprotein inti, berbagai proses fisiologis tanaman seperti asimilasi dan pernafasan, memacu perkecambahan dan pemanjangan akar serta membantu pembentukan sistem perakaran baik pada bibit dan tanaman muda maupun sebagai penyusun inti sel, lemak, dan protein. Persoalan yang umum dihadapi oleh fosfat dalam tanah adalah tidak semua bentuk fosfat dalam tanah dapat mengalami transformasi dari satu bentuk kebentuk yang lain tergantung pada lingkungan dan praktek pengelolaan tanah. entuk senyawa fosfat yang ada dalam tanah akan mempengaruhi ketersediaanfosfat. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan fosfat bagi tanaman yang terpenting adalah pH tanah, adanya besi danalumunium dapat larut dalam kondisi sangat masam atau adanya kalsium pada nilai pH tinggi, berpengaruh nyata terhadap ketersediaan fosfat. Fosfat paling mudah diserap tanaman pada pH sekitar netral (pH 6-7). Ion fosfor baik yang berasal dari tanah itu sendiri maupun 6dari pupuk terikat oleh unsur Al dan Fe sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman (Hardjowigeno, 1992).




BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Rumah Kasa dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dimulai dari bulan Mei sampai November 2013. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih padi varietas Ciherang sebagai tanaman indikator, fosfat alam Ciamis (FA Ciamis) (30.30% P2O5) sebagai sumber hara fosfat, pupuk dasar yaitu Urea (46% N) 200 ppm N dan KCl (60% K2O) 150 ppm K dan bahanbahan kimia untuk keperluan analisis di laboratorium. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan untuk menimbang berat kering tajuk serta akar tanaman, oven sebagai alat untuk mengeringkan tanaman dan alat-alat laboratorium yang dibutuhkan dalam analisis penelitian.
Untuk mengkaji P-tersedia pada tanah sawah sulfat masam potensial yaitu dengan pemberian perlakuan dosis pupuk fosfat alam yang sesuai dengan pertanaman padi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial dengan 1 faktor perlakuan yaitu dosis fosfat alam dan 3 ulangan, sehingga diperoleh 27 satuan percobaan yaitu P0 (0 ppm), P1 (50 ppm), P2 (100 ppm), P3 (150 ppm), P4 (200 ppm), P5 (250 ppm), P6 (300 ppm), P7 (350 ppm), P8 (400 ppm). Penelitian dimulai dari pengambilan sampel tanah, inkubasi tanah, penyemaian benih padi, penanaman dan penjarangan, pemanenan pada akhir vegetatif, dan pengukuran parameter amatan tanah (Ptersedia tanah dengan metode Bray II, Truog dan Olsen serta pH tanah) dan tanaman (tinggi tanaman, jumlah anakan, berat kering tajuk dan akar, serta serapan tanaman dengan metode Destruksi basah), dan dilanjutkan dengan analisis data.


ANALISIS DAN SINTESIS
P-tersedia Tanah Hasil analisis sidik ragam untuk parameter P-tersedia tanah sawah sulfat masam potensial dengan metode Bray II dan Truog menunjukkan bahwa perlakuan dosis tidak berpengaruh nyata, sedangkan untuk parameter P-tersedia tanah sulfat masam potensial dengan metode Olsen menunjukkan bahwa perlakuan dosis berpengaruh nyata. Rataan P-tersedia tanah sulfat masam potensial dengan tiga metode analisis Ptersedia disajikan pada Tabel2.




Dari hasil analisis P tersedia tanah dengan ketiga metode P tersedia dan serapan P tanaman dilakukan uji korelasi antara keduanya guna untuk menentukan metode analisis P tersedia yang sesuai pada tanah sawah sulfat masam potensial desa Karanganyar kecamatan Secanggang. Adapunhasil uji korelasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.


Pemilihan metode analisis P tersedia tanah sulfat masam potensial yang tepat adalah metode yang ekstraktannya mampu mengekstrak bentuk P yang sama dengan bentuk P yang diserap oleh tanaman. Sehingga untuk menentukan metode analisis P tersedia yang tepat adalah dengan mengambil metode analisis yang memiliki koefisien korelasi (r) yang tertinggi.
Batas kritis hara P tersedia ditetapkan dengan metode Cate and Nelson (1965)  dengan cara menghubungkan antara kadar P tersedia tanah dari metode yang terpilih yaitu metode Olsen terhadap persentase hasil (serapan P tanaman). Hubungan antara Serapan P tanaman (%) terhadap P tersedia metode Olsen dapat dilihat dari Gambar 4 dibawah ini.




Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa sebaran titik terbanyak berada di kuadran positif. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk korelasi yang terjadi antara serapan P tanaman (%) terhadap P tersedia tanah untuk metode Olsen yaitu Korelasi Positif. Ditambah dari pernyataan Iswardono (2003) bahwa jika kenaikan pada satu variabel diikuti dengan kenaikan pada variabel yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut mempunyai korelasi yang positif. Penentuan batas kritis hara P tersedia dengan metode Cate and Nelson (1965) yaitu dengan cara menghubungkan antara kadar P tersedia tanah dari metode Olsen terhadap persentase hasil (serapan P tanaman). Adapun nilai batas kritis tanah sawah sulfat masam potensial desa Karanganyar kecamatan Secanggang dengan serapan P tanaman untuk metode Olsen sebesar 98 ppm. Nilai batas kritis P-tersedia yang diperoleh dari korelasi antara P-tersedia metode Olsen dan Serapan P tanaman belum bisa disebut sebagai batas kritis P-tersedia yang tepat, dikarenakan koefisien korelasi yang telah diuji T hanya nyata pada taraf 15%.


KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil yaituKajian P-tersedia akibat pemupukan fosfat alam menghasilkan nilai P-tersedia yang diuji dengan metode Bray II dan Truog lebih tinggi dibandingkan dengan metode Olsen serta Belum diperoleh nilai batas kritis P-tersedia yang tepat pada masing-masing metode.












DAFTAR PUSTAKA
Ali, M.I. dan G.K.M.M. Rahman. 2010. Phosphorus extractability in Bangladesh soils and its Critical limit for rice and wheat. Bangladesh Institute of Nuclear Agriculture. Scientific registration 954. Poster.

Foth, H.D., L.V. Withee, H.S. Jacobs, dan S.J. Thien. 1982. Laboratory manualfor introductory Soil science sixth edition. Wm.C.Brown company publishers, Iowa.

 Iboy, I.R. 2006. Kajian korelasi beberapa metode analisis fosfat tersedia pada tanah sawah. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.

 Iswardono. 2003. Sekelumit analisa regresi dan korelasi. Fakultas ekonomi UGM, Yogyakarta.

Lahuddin. 2005. Pengaruh jenis tanah, pemupukan dan NaHCO3 pada tanah tergenang terhadap sifat kimia tanah dan pertumbuhan tanaman padi sawah. J.Penelitian Pertanian. 24(1): Pp. 13- 22.

Maas, A. 1989. Identifikasi tanah sulfat masam aktual dan potensial. Prosiding. Kongres nasional V Himpunan ilmu tanah Indonesia (Medan,7-10 desember) : Pp.1084-1090.

Mubekti. 2008. Klasifikasi tanah sawah dan emisi metana. BPPT, Jakarta.
Mukhlis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press, Medan.
Sims, J.T. 2000. Soil test phosphorus: Bray and Kurtz P-1, Methods of phosphorus analysis for soils, sediments, residuals, and waters. Southern Cooperative series Bulletin No. 396, Manhattan.


Subiksa, I.G.M. dan Diah S. 2009. Pemanfaatan fosfat alam untuk lahan sulfat masam, Buku Fosfat Alam: Pemanfaatan Pupuk Fosfat Alam sebagai Sumber Pupuk P, Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.

LAPORAN PRAKTIKUM UJI KADAR P PADA TANAH MASAM

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan lahan yang terus meningkat menjadi penyebab dimanfaatkannya lahan marginal seperti lahan rawa pasang surut sulfat masam. Dari 20.11 juta ha lahan pasang surut yang ada di Indonesia, 6.7 juta ha adalah lahan sulfat masam. Kalau digabungkan dengan lahan potensial (yang juga berpotensi sulfat masam) 2.07 juta ha lahan, maka jumlahnya mencapai 8.77 juta ha. Lahan sulfat masam merupakan ekosistem yang potensial untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian,karena arealnya yang cukup luas sehingga mempunyai peran yang strategis dalam mendukung peningkatan produksi beras nasional (Subiksa dan Diah, 2009).
Menurut Maas (1989) tanah sulfat masam potensial dicirikan oleh adanya material sulfidik. Material sulfidik adalah tanah mineral yang mengandung komponen sulfur yang dapat teroksidasi. Ditambah oleh Subiksa dan Diah (2009) Bahan sulfidik adalah sumber kemasaman tanah, bila bahan ini teroksidasi akan menghasilkan kondisi sangat masam. Bahan ini disebut pirit (FeS2), bila terekspos oleh udara terbentuk H2SO4 yang dapat mengasamkan lingkungan sehingga tanah tersebut tidak dapat dibudidayakan. Masalah hara yang paling banyak dilaporkan pada lahan sulfat masam adalah ketersediaan hara P yang rendah dan fiksasi P yang tinggi oleh Al dan Fe. Hara P merupakan salah satu unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman. Hara ini berfungsi untuk pertumbuhan akar, transfer energi dalam proses fotosintesis dan respirasi, perkembangan buah dan biji, kekuatan batang dan ketahanan terhadap penyakit. Perilaku P- tanah dapat mempengaruhi status ketersediaan P dalam tanah sehingga dapat ditentukan jumlah pupuk P yang diperlukan tanaman untuk mencapai hasil yang optimum. Untuk menentukan konsentrasi unsur hara P dalam tanah harus menggunakan metode analisis yang sesuai untuk tanah dan tanaman yang diusahakan. Analisis P-tersedia dalam tanah dapat diukur dengan menggunakan berbagai bahan pengekstrak. Ada beberapa metode pengekstrak yang sering digunakan yaitu metode Bray I, Bray II, Truog, Olsen dan North Carolina. Namun dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa tidak semua metode sesuai dengan semua jenis tanah, tanaman maupun kondisi lingkungan. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengkaji P-tersedia tanah sawah sulfat masam potensial dengan menggunakan tiga metode analisis P tersedia yaitu Bray II, Truog dan Olsen.


Tujuan

Mengetahui kadar P tersedia pada tanah sawah sulfat masam Potensial melalui beberapa  metode.


TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tanah fosfat yang diserap tanaman berupa ion yang keberadaannya dipengaruhi oleh pH tanah. Pada tanah masam bentuk ion H2PO4- merupakan ion yang larut, sedang pada tanah alkalis maka HPO42- dan PO43- akan ditemukan, semakin rendah pH tanahnya semakin dominan ion H2PO4- (Goeswono, 1983).
Kekurangan unsur fosfat dalam tanah dapat disebabkan oleh dua hal. Pertama, unsur fosfat tidak terdapat dalam bahan induk tanah, dan kedua fosfat yang tersedia ataupun yang ditambahkan untuk tanaman dengan segera diserap oleh bentuk-bentuk Al maupun Fe yang terdapat dalam tanah. Pemupukan P secara terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya akumulasi residu P yang tinggi, karena hara P mempunyai mobilitas yang kecil dan efisiensinya hanya sekitar 20% (Adiningsih et al., 1990).
Fosfat bersama N dan K digolongkan sebagai unsur utama walau P di absorbsi lebih kecil dari kedua unsur tersebut (Rinsema, 1983). Dan menurut Setyomijoyo (1986) bahwa fosfat di dalam tanah berperan dalam pembentukanproteinprotein inti, berbagai proses fisiologis tanaman seperti asimilasi dan pernafasan, memacu perkecambahan dan pemanjangan akar serta membantu pembentukan sistem perakaran baik pada bibit dan tanaman muda maupun sebagai penyusun inti sel, lemak, dan protein. Persoalan yang umum dihadapi oleh fosfat dalam tanah adalah tidak semua bentuk fosfat dalam tanah dapat mengalami transformasi dari satu bentuk kebentuk yang lain tergantung pada lingkungan dan praktek pengelolaan tanah. entuk senyawa fosfat yang ada dalam tanah akan mempengaruhi ketersediaanfosfat. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan fosfat bagi tanaman yang terpenting adalah pH tanah, adanya besi danalumunium dapat larut dalam kondisi sangat masam atau adanya kalsium pada nilai pH tinggi, berpengaruh nyata terhadap ketersediaan fosfat. Fosfat paling mudah diserap tanaman pada pH sekitar netral (pH 6-7). Ion fosfor baik yang berasal dari tanah itu sendiri maupun 6dari pupuk terikat oleh unsur Al dan Fe sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman (Hardjowigeno, 1992).




BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Rumah Kasa dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dimulai dari bulan Mei sampai November 2013. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih padi varietas Ciherang sebagai tanaman indikator, fosfat alam Ciamis (FA Ciamis) (30.30% P2O5) sebagai sumber hara fosfat, pupuk dasar yaitu Urea (46% N) 200 ppm N dan KCl (60% K2O) 150 ppm K dan bahanbahan kimia untuk keperluan analisis di laboratorium. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan untuk menimbang berat kering tajuk serta akar tanaman, oven sebagai alat untuk mengeringkan tanaman dan alat-alat laboratorium yang dibutuhkan dalam analisis penelitian.
Untuk mengkaji P-tersedia pada tanah sawah sulfat masam potensial yaitu dengan pemberian perlakuan dosis pupuk fosfat alam yang sesuai dengan pertanaman padi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) non faktorial dengan 1 faktor perlakuan yaitu dosis fosfat alam dan 3 ulangan, sehingga diperoleh 27 satuan percobaan yaitu P0 (0 ppm), P1 (50 ppm), P2 (100 ppm), P3 (150 ppm), P4 (200 ppm), P5 (250 ppm), P6 (300 ppm), P7 (350 ppm), P8 (400 ppm). Penelitian dimulai dari pengambilan sampel tanah, inkubasi tanah, penyemaian benih padi, penanaman dan penjarangan, pemanenan pada akhir vegetatif, dan pengukuran parameter amatan tanah (Ptersedia tanah dengan metode Bray II, Truog dan Olsen serta pH tanah) dan tanaman (tinggi tanaman, jumlah anakan, berat kering tajuk dan akar, serta serapan tanaman dengan metode Destruksi basah), dan dilanjutkan dengan analisis data.


ANALISIS DAN SINTESIS
P-tersedia Tanah Hasil analisis sidik ragam untuk parameter P-tersedia tanah sawah sulfat masam potensial dengan metode Bray II dan Truog menunjukkan bahwa perlakuan dosis tidak berpengaruh nyata, sedangkan untuk parameter P-tersedia tanah sulfat masam potensial dengan metode Olsen menunjukkan bahwa perlakuan dosis berpengaruh nyata. Rataan P-tersedia tanah sulfat masam potensial dengan tiga metode analisis Ptersedia disajikan pada Tabel2.




Dari hasil analisis P tersedia tanah dengan ketiga metode P tersedia dan serapan P tanaman dilakukan uji korelasi antara keduanya guna untuk menentukan metode analisis P tersedia yang sesuai pada tanah sawah sulfat masam potensial desa Karanganyar kecamatan Secanggang. Adapunhasil uji korelasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.


Pemilihan metode analisis P tersedia tanah sulfat masam potensial yang tepat adalah metode yang ekstraktannya mampu mengekstrak bentuk P yang sama dengan bentuk P yang diserap oleh tanaman. Sehingga untuk menentukan metode analisis P tersedia yang tepat adalah dengan mengambil metode analisis yang memiliki koefisien korelasi (r) yang tertinggi.
Batas kritis hara P tersedia ditetapkan dengan metode Cate and Nelson (1965)  dengan cara menghubungkan antara kadar P tersedia tanah dari metode yang terpilih yaitu metode Olsen terhadap persentase hasil (serapan P tanaman). Hubungan antara Serapan P tanaman (%) terhadap P tersedia metode Olsen dapat dilihat dari Gambar 4 dibawah ini.




Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa sebaran titik terbanyak berada di kuadran positif. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk korelasi yang terjadi antara serapan P tanaman (%) terhadap P tersedia tanah untuk metode Olsen yaitu Korelasi Positif. Ditambah dari pernyataan Iswardono (2003) bahwa jika kenaikan pada satu variabel diikuti dengan kenaikan pada variabel yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut mempunyai korelasi yang positif. Penentuan batas kritis hara P tersedia dengan metode Cate and Nelson (1965) yaitu dengan cara menghubungkan antara kadar P tersedia tanah dari metode Olsen terhadap persentase hasil (serapan P tanaman). Adapun nilai batas kritis tanah sawah sulfat masam potensial desa Karanganyar kecamatan Secanggang dengan serapan P tanaman untuk metode Olsen sebesar 98 ppm. Nilai batas kritis P-tersedia yang diperoleh dari korelasi antara P-tersedia metode Olsen dan Serapan P tanaman belum bisa disebut sebagai batas kritis P-tersedia yang tepat, dikarenakan koefisien korelasi yang telah diuji T hanya nyata pada taraf 15%.


KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil yaituKajian P-tersedia akibat pemupukan fosfat alam menghasilkan nilai P-tersedia yang diuji dengan metode Bray II dan Truog lebih tinggi dibandingkan dengan metode Olsen serta Belum diperoleh nilai batas kritis P-tersedia yang tepat pada masing-masing metode.












DAFTAR PUSTAKA
Ali, M.I. dan G.K.M.M. Rahman. 2010. Phosphorus extractability in Bangladesh soils and its Critical limit for rice and wheat. Bangladesh Institute of Nuclear Agriculture. Scientific registration 954. Poster.

Foth, H.D., L.V. Withee, H.S. Jacobs, dan S.J. Thien. 1982. Laboratory manualfor introductory Soil science sixth edition. Wm.C.Brown company publishers, Iowa.

 Iboy, I.R. 2006. Kajian korelasi beberapa metode analisis fosfat tersedia pada tanah sawah. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.

 Iswardono. 2003. Sekelumit analisa regresi dan korelasi. Fakultas ekonomi UGM, Yogyakarta.

Lahuddin. 2005. Pengaruh jenis tanah, pemupukan dan NaHCO3 pada tanah tergenang terhadap sifat kimia tanah dan pertumbuhan tanaman padi sawah. J.Penelitian Pertanian. 24(1): Pp. 13- 22.

Maas, A. 1989. Identifikasi tanah sulfat masam aktual dan potensial. Prosiding. Kongres nasional V Himpunan ilmu tanah Indonesia (Medan,7-10 desember) : Pp.1084-1090.

Mubekti. 2008. Klasifikasi tanah sawah dan emisi metana. BPPT, Jakarta.
Mukhlis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press, Medan.
Sims, J.T. 2000. Soil test phosphorus: Bray and Kurtz P-1, Methods of phosphorus analysis for soils, sediments, residuals, and waters. Southern Cooperative series Bulletin No. 396, Manhattan.


Subiksa, I.G.M. dan Diah S. 2009. Pemanfaatan fosfat alam untuk lahan sulfat masam, Buku Fosfat Alam: Pemanfaatan Pupuk Fosfat Alam sebagai Sumber Pupuk P, Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.

LAPORAN PRAKTIKUM ISOLASI MIKROORGANISME

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mikroorganisme sebagai makhluk hidup sama dengan organisme hidup lainnya sangat memerlukan energi dan bahan-bahan untuk membangun tubuhnya, seperti dalam sintesis protoplasma dan bagian-bagian sel lainnya. Bahan-bahan tersebut disebut nutrien. Untuk memanfaatkan bahan-bahan tersebut, maka sel melakukan suatu kegiatan-kegiatan, sehingga menyebabkan perubahan kimia di dalam selnya. Semua reaksi yang teratah yang berlangsung di dalam sel ini disebut metabolisme. Metabolisme yang melibatkan berbagai macam reaksi di dalam sel tersebut, hanya dapat berlangsung atas bantuan dari suatu senyawa organik yang disebut juga biokatalisator yang dinamakan enzim (Djide, 2006).
Mikroorganisme yang ingin kita tumbuhkan, yang pertama harus dilakukan adalah memahami kebutuhan dasarnya kemudian memformulasikan suatu medium atau bahan yang akan digunakan. Air sangat penting bagi organisme bersel tunggal sebagai komponen utama protoplasmanya serta untuk masuknya nutrien ke dalam sel. Pembuatan medium sebaiknya menggunakan air suling. Air sadah umumnya mengandung ion kalsium dan magnesium yang tinggi. Pada medium yang mengandung pepton dan ektrak daging, air dengan kualitas air sadah sudah dapat menyebabkan terbentuknya endapan fosfat dan magnesium fosfat (Hadioetomo, 1993).
Mikroorganisme dapat berkembang biak dengan alami atau dengan bantuan manusia. Mikroorganisme yang dikembangkan oleh manusia diantaranya melalui substrat yang disebut media. Untuk melakukan hal ini, haruslah dimengerti jenis-jenis nutrien yang diisyaratkan oleh bakteri dan juga macam lingkungan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhannya (Anonim, 2014).
Organisme hidup memerlukan nutrisi untuk pertumbuhannya. Subtansi kimia organik dan inorganik diperoleh dari lingkungan dalam berbagai macam bentuk. Nutrien diambil dari likungan kemudian ditransformasikan melalui membran plasma menuju sel. Di sel beberapa nutrisi diolah menghasilkan energi yang digunakan dalam proses seluler (Lim, 1998).
Medium yang digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroorganisme tersebut harus sesuai susunanya dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme yang bersangkutan. Beberapa mikroorganisme dapat hidup baik pada medium yang sangat sederhana yang hanya mengandung garam anargonik di tambah sumber karbon organik seperti gula. Sedangkan mikroorganime lainnya memerlukan suatu medium yang sangat kompleks yaitu berupa medium ditambahkan darah atau bahan-bahan kompleks lainnya (Volk, 1993).
Memformulasikan suatu medium atau bahan yang akan digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme di dalamnya harus memperhatikan berbagi macam ketentuan seperti jika yang ingin kita membuat medium untuk organisme bersel tunggal, biasanya air sangat penting sebagai komponen utama protoplasmanya serta untuk masuknya nutrien ke dalam sel. Pembuatan medium agar padat, digunakan agar-agar, gelatin atau gel silika) agar merupakan media tumbuh yang ideal yang diperkenalkan melalui metode bacteriaological (Hadioetomo, 1993).
Peran utama nutrien adalah sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor elektron dalam reaksi bioenergetik (reaksi yang menghasilkan energi). Oleh karenanya bahan makanan yang diperlukan terdiri dari air, sumber energi, sumber karbon, sumber aseptor elektron, sumber mineral, faktor pertumbuhan, dan nitrogen. “Selain itu, secara umum nutrient dalam media pembenihan harus mengandung seluruh elemen yang penting untuk sintesis biologik oranisme baru (Jawetz, 2001).
Saat ini media agar merupakan media yang sangat umum digunakan dalam penelitian-penelitian mikrobiologi. Media agar ini memungkinkan untuk dilakukannya isolasi bakteri dari suatu sampel, karakterisasi morfologi, sampai penghitungaan bakteri yang dikenal dengan nama total plate count. Bentuk koloni bakteri dan warna-warninya mudah sekali dikenali dengan media ini dengan cara mengubah komposisi nutrien atau menambahkan indikator (Achmad, 2007).
Tujuan
Tujuan dari pratikum ini adalah untuk mengetahui cara isolasi mikroorganisme.


BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat
            Adapun Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Panci, Kompor, Beaker glass, Autoclafe, Tabung reaksi, Cawan petri, Lampu Bunsen, Segitiga perata, dan Neraca analitik.

Bahan
            Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Medium kultur PDA dan NA, Buffer Fosfat, Clingwarp dan Bakteri atau jamur yang akan di biakan.
Waktu dan Tempat
            Laporan ini disusun berdasarkan praktikum yang dilaksanakan hari Senin, 17 November 2014 dari jam 11.00-Selesai Wita. Bertempat di Laboratorium Fitopatologi Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
Prosedur Kerja
-    Isolasi bakteri antagonis dari tanah:
1.   Memasukkan 10 gram tanah beserta akar tanaman ke dalam botol yang berisi 90 ml buffer fosfat.
2.   Botol tersebut di shaker selama 30 menit.
3.   Dibuat pengenceran menggunakan aquades sebanyak 9 ml hingga 10-9.
4.   Ambil cairan sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi 10-0 kemudian dihomogenkan.
5.   Ambil cairan pada tabung reaksi 10-0 sebanyak 1 ml dan pindahkan pada tabung reaksi 10-1 dan begitu seterusnya sampai pada pengenceran 10-9 mengambil 0,5 ml cairan pada pengenceran 10-9 dan masukkan ke dalam media.
6.   Ratakan cairan tersebut dengan segitiga perata.
-       Isolasi cendawan patogen dari buah cabe:
1.   Mengambil beberapa buah bergejala, dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam alkohol 1 kali dan aquades 3 kali, keringkan diatas tissue steril.
2.   Memasukkan potongan daging buah cabe ke dalam media PDA sebanyak 3 potongan.
3.   Balut sisi cawan dengan cling warp.








HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka diperoleh hasil sebagai berikut.
No
Gambar
Keterangan
1.

Isolat Jamur pada Kulit buah Cabai yang terkena Antraknosa
2.

Isolat Bakteri penyebab JAP


Pembahasan
Dari praktikum isolasi media yang telah dilakuakan menunjukan bahwa isolasi yang dilakukan berhasil. Pada media Nutrient Agar (NA) ditumbuhi oleh bakteri sedangkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) ditumbuhi jamur. Namun adapula hasil isolasi media yang mengalami kegagalan. Kegagalan dari isolasi tersebut di karenakan pada media tersebut telah terkontaminasi oleh bakteri lain, sehingga mengalami persaingan untuk memperoleh nutrisi untuk pertumbuhan.
Teknik isolasi yang dilakukan pada praktikum ini untuk media PDA yaitu dengan dengan hanya peletakan saja pada media sedangkan Nutrient Agar (NA) dengan cara meratakan isolat di Media. Dari hasil pengamatan pada hari ke 3 setelah dilakukannya isolasi jamur tampak jamur tersebut sudah mulai berkembang, warna koloninya putih, penampakannya seperti kapas, dan tepiannya seperti berbenang-benang sedangkan bakteri untuk 3 hari setelah isolasi tampak berkembang dengan warna koloninya tampak putih, penampakannya licin seperti berlendir, dan tepiannya tak beraturan.
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui perbedaan antara jamur maupun bakteri. Jamur merupakan organisme eukariotik yang pada umumnya multiseluler atau bersel banyak. Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa membentuk jaringan yang disebut miselium, miselium menyusun jalinan semu menjadi tumbuh buah. Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa. Warna koloninya putih, penampakannya seperti kapas, dan tepiannya seperti berbenang-benang sedangkan bakteri adalah organisme uniselluler dan prokariot serta umumnya tidak memiliki klorofildan berukuran renik (mikroskopis). Struktur bakteri terbagi menjadi dua yaitu struktur dasar  (dimiliki oleh hampir semua jenis bakteri) meliputi dinding sel, membran plasma, sitoplasma, ribosom, dna, dan granula penyimpanan dan struktur tambahan (dimiliki oleh jenis bakteri tertentu) yang  meliputi kapsul, flagelum, pilus, fimbria, klorosom, vakuola gas dan endospora. Bakteri umumnya melakukan reproduksi atau berkembang biak secara aseksual (vegetatif) dengan membelah diri. Dapat diketahui warna koloninya tampak putih, penampakannya licin seperti berlendir, dan tepiannya tak beraturan.


KESIMPULAN
            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.      Isolasi merupakan cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari lingkungan, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni.
2.      Biakan murni ialah kultur yang sel-sel mikrobanya berasal dari pembelahan dari satu sel tunggal atau pun menumbuhkan suatu biakan yang mana di dalamnya hanya terdapat bakteri atau jamur yang kita butuhkan tersebut tanpa adanya kontaminasi dari mikroba lain.
3.       Isolasi mikroba dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara penggoresan dan cara penaburan.
4.       Mikroorganisme dibiakkan dilaboratorium pada bahan nutrien yang disebut medium.








DAFTAR PUSTAKA
Achmad, D,. 2007, Media Agar. Ide Besar Istri Peneliti, http://www.nvtech.com , Diakses tanggal 1 November 2010

Anonim.  2014. Media Tumbu Bakteri. Sumber: http://antiserra.wen.su/alkes.html. Diakses pada tanggal 22 Nopember 2014.

Djide, Natsir, Sartini. 2006. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia, Jakarta.

Jawetz, E., Melnick, J. L., Adelberg, E. A., 2001, Mikrobiologi Kedokteran, Edisi XXII, diterjemahkan oleh Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 205-209, Penerbit Salemba Medika, Jakarta.

Lim, D. 1998. Microbiology.  WCB McGraw-Hill. Missouri.


Volk, dan Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar Jilid 1 Edisi ke 5. Jakarta : Erlangga.