Labels

Wednesday, April 18, 2018

Laporan Mikrobiologi Pembuatan Biodesel

 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produksi minyak terus menurun sementara permintaan BBM terus tumbuh yang menyebabkan peningkatan impor minyak mentah dan produk olahan. Pada tahun 2013 pangsa terbesar penggunaan energi adalah sektor industri (37,17%) diikuti oleh sektor rumah tangga (29,43%), transportasi (28,10%), komersial (3,24%), dan lainnya (2,04%). Selama kurun waktu 2000 – 2013, sektor transportasi mengalami pertumbuhan terbesar yang mencapai 6,71% per tahun, diikuti sektor komersial (4,65%), dan sektor industri (3,35%). Sedangkan, sektor rumah tangga mengalami pertumbuhan hanya sebesar 1,03%, dan sektor lainnya mengalami penurunan sebesar 1,65% (BPPT, 2015).
Banyak peneliti telah menguji kemungkinan – kemungkinan penggunaan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar baik secara langsung maupun sebagai bahan pencampur. Diantaranya adalah Gerhard Knothe yang meneliti tentang pengolahan minyak tanaman, lemak hewan dan minyak jelantah secara transesterifikasi menjadi biodiesel (BAPEDALDA kota makassar, 2003). Kemudian perusahaan NANKO di Jepang membuat mesin diesel pembangkit listrik dengan bahan bakar dari minyak goreng jelantah yang telah disaring dan kemudian ditambah methanol. Supranto dkk, meneliti tentang pengaruh suhu dan perbandingan pereaksi pada pembuatan metil ester biodiesel dari distilat asam lemak sawit (Supranto dkk, 2003 ).
Herawan meneliti tentang kemungkinan penggunaan kelapa sawit untuk minyak pelumas mesin otomotif, alat – alat hidrolik dan kompresor. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ester asam lemak dari kelapa sawit dapat disintesis menjadi pelumas dengan cara esterifikasi metil ester asam lemak kelapa sawit dengan poliol (Nama dagang : TMP - Ester) (Kompas, 22 Oktober 2001). Djaeni dkk, meneliti tentang penggunaan minyak goreng bekas menjadi biodiesel dengan cara transesterifikasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa zeolite yang telah diaktivasi dengan asam sulfat mempunyai kemampuan sebagai katalis dalam proses transesterifikasi minyak nabati bekas menjadi biodiesel (Djaeni dkk, 2004). Bismo, meneliti prospek ozonosasi etil ester dari minyak nabati untuk bahan bakar mesin diesel. Penelitian ini menyimpulkan bahwa reaksi ozonisasi dapat mengubah sifat – sifat dan atau karakteristik dari ester yang berasal dari minyak – minyak nabati seperti kelapa sawit, minyak sawit, minyak kedelai dan minyak matahari (Bismo, 2004).
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk cara pembuatan biodisel dari minyak goreng serta membandingkan antara hasil biodiesel yang tanpa enzim, menggunakan enzim buatan dan  dengan enzim komersil.


TINJAUAN PUSTAKA
Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25°C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak yang berbentuk padat biasa disebut dengan lemak. Minyak dapat bersumber dari tanaman, misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak bunga matahari. Minyak dapat juga bersumber dari hewan, misalnya minyak ikan sardin, minyak ikan paus dan lain-lain (Ketaren, 1986). Minyak sayur adalah jenis minyak yang digunakan dalam pengolahan bahan pangan, biasanya terbuat dari kelapa maupun kelapa sawit. Komposisi minyak goreng dari kelapa sawit seperti disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (Ketaren, 1986)
Asam lemak
Kadungan
Asam mirisat
1.1 – 2.5
Asam palmitat
40 – 46
Asam stearat
3.6 – 4,7
Asam oleat
39 – 45
Asam linoleat
7.0 – 11

                         Tabel 2. Karakteristik Minyak Goreng Bekas (Sidjabat, 2004)
No
Karakteristik
Hasil analisis
Metode uji
1
Spesifik gravitasi 60/60oF
0.9225
ASTM D-1298
2
Viskositas kinematik 100oC, cSt
50.47
ASTM D-445
3
Warna
>3.5
ASTM D-1500
4
Bilangan asam total mg KOH/gr
5.28
ASTM D-664
5
Residu karbon, %-brt
0.314
ASTM D-189
6
Asam lemak bebas, %-brt
4.2
-
7
Komposisi asam lemak ,%-brt
-          Asam laurat
-          Asam palmiat
-          Asam margarat
-          Asam stearat
-          Asam oleat
-          Asam linoleat
-          Asam arkhidrat

1.606
14.939
3.959
13.121
32.192
5.022
2.585



HPLC

                Penggunaan minyak nabati berulang kali sangat membahayakan kesehatan. Hal ini dikarenakan selain semakin banyaknya kotoran yang terkandung dalam minyak goreng akibat penggorengan bahan makanan sebe-lumnya dan semakin banyaknya senyawa – senyawa asam karboksilat bebas di dalam minyak serta warna minyak goreng yang semakin tidak jernih jika dipakai berulang kali. Selama proses penggorengan, terjadi pemanasan dan minyak berubah menjadi berwarna gelap karena terjadinya reaksi kimia yang dapat menghasilkan sekitar 400 senyawa kimia yang umum nya bersifat karsinogenik (Boyd dan Margaret, 1996). Sedangkan pembuangan minyak goreng bekas secara langsung ke lingkungan akan menimbulkan pencema-ran. Komposisi minyak goring bekas dari kelapa sawit, disajikan dalam tabel 2.
Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati, baik minyak baru maupun bekas penggorengan melalui proses transesterifikasi, esterifikasi, atau proses esterifikasi-transesterifikasi. Biodiesel digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk motor diesel. Biodiesel dapat diaplikasikan baik dalam bentuk 100% (B100) atau campuran dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (Hambali, dkk., 2007). Bahan bakar minyak ini merupakan hasil proses esterifikasi dan transesterifikasi . Biodiesel termasuk golongan mono-alkil ester atau metil ester yang memiliki panjang rantai karbon antara 12 sampai 20 terkandung oksigen. Hal tersebut 6 membedakan antara biodiesel dengan petroleum diesel, karena petroleum diesel mengandung hidrokarbon tanpa oksigen (Sinaga, 2013).
Menurut Haryanto (2002), biodiesel memiliki keunggulan sebagai bahan bakar minyak alternatif untuk menutupi kekurangan kebutuhan bahan bakar fosil yang semakin meningkat namun ketersediaannya semakin berkurang. Kelebihan biodiesel dibandingkan bahan bakar petroleum yaitu, bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegadasi, memiliki setana yang tinggi, dapat mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx, dan terdapat dalam fase cair. Bahan bakar diesel sendiri relatif mudah terbakar (tanpa harus dipicu dengan letikan api busi) apabila disemprotkan ke dalam udara panas yang memiliki tekanan. Bilangan setana merupakan tolak ukur dari sifat ini, yang diartikan sebagai % volume n-setana di dalam bahan bakar berupa campuran n-setana (nC16H34) dan α-metil naftalena (α-CH3 -C10H7 ) serta di dalam mesin diesel standar memiliki kualitas pembakaran. n-setana (suatu hidrokarbon berantai lurus) sangat mudah terbakar sendiri dengan nilai bilangan setana 100, sedangkan α-metil naftalena (suatu hidrokarbon aromatik bercincin ganda) sangat sukar terbakar dengan nilai bilangan setana nol.
Pembuatan Biodiesel
Menurut Hikmah dan Zuliyana (2010), biodiesel merupakan monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterikasi trigliserida dan atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku. Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu :
Esterifikasi
Esterifikasi adalah konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa dipakai dalam industri. Reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih dan air sebagai produk samping reaksi disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 jam (Listiadi dan Putra, 2013). Reaksi esterifikasi terlihat pada Gambar 1.
 RCOOH         +          ROH               è        RCOOR          +         H2O
 Asam lemak               Alkohol                       Ester                            Air
Transesterifikasi
Methyl ester (biodiesel) dari minyak kelapa bekas (jelantah) dapat dihasilkan melalui proses transesterifikasi, yaitu dengan cara gliserin dikeluarkan dari minyak dan asam lemak bebas direaksikan dengan alkohol (misalnya methanol) menjadi alkohol ester (Fatty Acid Methyl Ester/FAME), atau biodiesel. Methanol lebih umum digunakan untuk proses transesterifikasi karena harganya lebih murah dan lebih mudah untuk direcovery. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Reaksi didorong supaya bergerak ke kanan sehingga dihasilkan methyl ester (biodiesel) maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan (Yuniwati dan Karim, 2009). Transesterifikasi (reaksi alkoholis) adalah lemak atau minyak nabati direaksikan dengan alkohol yang akan menghasilkan ester dan gliserol sebagai produk samping dengan bantuan katalis basa. Katalis digunakan untuk meningkatkan laju reaksi dan jumlah produk (Listiadi dan Putra, 2013). Metanol ataupun etanol merupakan alkohol yang umumnya digunakan. Reaksi ini cenderung lebih cepat menghasilkan metil ester daripada reaksi esterifikasi dengan bantuan katalis asam. Namun, penggunaan bahan baku pada reaksi transesterifikasi harus mempunyai angka asam lemak bebas yang kecil (< 2%) untuk menghindari pembentukan sabun (Pristiyani, 2015). Reaksi transesterifikasi terlihat pada Gambar 2.

Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut:
1.      Pada tahap pertama, penyerangan ikatan karbonil pada trigliserida oleh anion dari alkohol dan membentuk zat antara tetrahedral.
2.      Pada tahap kedua, zat antara tetrahedral bereaksi dengan alkohol dan terbentuk anion dari alkohol.
3.      Pada tahap akhir, zat antara tetrahedral mengalami transfer proton sehingga terbentuk ester dan alkohol. Pada reaksi transesterifikasi yang menggunakan katalis - katalis alkali, bilangan asam dari minyak nabati yang digunakan harus kurang dari satu. Jika bilangan asamnya lebih dari satu, maka minyak nabati yang harus dinetralisir terlebih dahulu dengan menambahkan jumlah alkali sehingga basa yang digunakan dapat berfungsi sebagai katalis dan penetralisir asam. Bilangan asam yang tinggi disebabkan oleh adanya kandungan asam lemak bebas pada minyak nabati (Susilowati, 2006).
Selulase
Enzim yang dapat menghirolisis ikatan β(1-4) pada selulosa adalah selulase. Hidrolisis enzimatik yang sempurna memerlukan aksi sinergis dari tiga tipe enzim ini, yaitu :
1.      Endo-1,4-β-D-glucanase (endoselulase, carboxymethylcellulase atau CMCase), yang mengurai polimer selulosa secara random pada ikatan internal α-1,4-glikosida untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai yang bervariasi (Ikram dkk, 2005).
2.      Exo-1,4-β-D-glucanase (cellobiohydrolase), yang mengurai selulosa dari ujung pereduksi dan non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa dan/atau glukosa (Ikram dkk, 2005).
3.      β–glucosidase (cellobiase), yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan glukosa (Ikram dkk, 2005).
Amilase
            Amilase merupakan enzim pemecah pati, glikogen dan polisakarida lain dengan cara menghidrolisis ikatan glikosidik α-1,4 atau ikatan glikosidik α-1,6. Amilase dibagi menjadi empat golongan, yaitu: α-amilase, β-amilase, glukoamilase dan enzim pemutus cabang. Berdasarkan produk akhir hidrolisisnya, enzim amilase dibagi menjadi α-amilase sakarifikasi dan amilase likuifikasi. Golongan pertama memberikan produk akhir gula bebas sedangkan golongan kedua adalah enzim yang memecah pati tetapi tidak menghasilkan gula bebas, kedua golongan amilase ini dibedakan secara eksperimen (Crueger, 1984).
Enzim α-amilase (α-1,4 glukan-glukanhidrolase), termasuk enzim pemecah dari dalam molekul, bekerja menghidrolisis dengan cepat ikatan α-1,4 glukosida pada pati. Berat molekul α-amilase ± 50 kDa (Suhartono, 1989). Enzim ini banyak digunakan pada industri sirup, sari buah, dan selai. Enzim α-amilase mengandung paling sedikit 1 atom kalsium permolekul dan melekat dengan erat pada molekul enzim. Adanya kalsium tersebut menyebabkan enzim ini disebut “calcim metal coenzyme” (Judoamidjojo dkk., 1989). Ion kalsium ini penting untuk stabilitas dan aktivitas enzim. Afinitas ion kalsium pada α-amilase lebih kuat dari kation- kation lain. Masih belum jelas apakah ion kalsium dapat diganti oleh kation- kation lain (Vihinen and Mantsala, 1989).
            Mekanisme kerja enzim α-amilase pada amilosa dibagi dalam dua tahap, pertama degradasi secara cepat molekul amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Pada tahap ini terjadi penurunan kekentalan dengan cepat. Tahap kedua, degradasi α-amilase pada amilosa menghasilkan glukosa dan 7 maltosa dengan laju lebih lambat dan tidak secara acak (Winarno, 1995). Aktivitas α-amilase dapat diukur berdasarkan penurunan kadar pati yang larut, kadar dekstrin yang terbentuk, dan pengukuran viskositas atau jumlah gula pereduksi yang terbentuk (Judoamidjojo dkk., 1989).
Aktivitas enzim α-amilase ditentukan dengan mengukur penurunan kadar pati yang larut dengan menggunakan substrat jenuh. Kejenuhan pati berpengaruh terhadap laju reaksi enzimatis. Apabila larutan pati terlalu jenuh maka enzim sulit terdifusi ke dalam larutan sehingga kerja enzim akan terhambat (Winarno, 1995).
β-amilase (β-1,4 glukan maltohidrolase), memutus dari luar molekul dan menghasilkan unit-unit maltosa dari ujung nonpereduksi pada rantai polisakarida. Bila tiba pada ikatan α-1,6 glikosida seperti yang dijumpai pada amilopektin atau glikogen, aktivitas enzim ini akan terhenti. Enzim ini bekerja pada ikatan α-1,4 dengan menginversi konfigurasi posisi atom C (1) atau atom C nomor 1 molekul glukosa dari α menjadi β. Enzim β-amilase memiliki pH optimum antara 5-6 (Judoamidjojo dkk., 1989).
Enzim amilase secara konstitusi merupakan kelompok enzim yang sangat dibutuhkan dalam bidang industri, dengan pangsa pasar mencapai hampir 25% dari pasaran enzim di dunia (de Carvalho et al., 2008). Penggunaan enzim amilase dalam industri sangat luas mulai dari industri pembuatan roti, sirup, pemanis, campuran oligosakarida, dekstrin, industri tekstil, pembuatan etanol, 9 pengujian limbah cair yang mengandung amilum, industri detergen, industri obat dan suplemen enzim (Palmer, 1985).


BAHAN  DAN METODE
Bahan
         Adapun bahan yang digunakan dalm praktikum kali ini antara lain :
-    minyak goreng 1L
-    NaOH
-    Metanol
-    Aquades

Alat
   Alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain :
-          Gelas ukur 500 ml 2 buah
-          Termometer
-          Pengaduk
-          Corong pisah
-          Statif
-          Penangas
-          Piknometer
-          pH Lakmus

Metode
A.    pembuatan biodiesel
1.      Minyak goreng 500 ml dalam gelas beker dipanaskan diatas hotplate hingga suhu mencapai 50-55˚C
2.      Ditimbang 1,18 gr NaOH dan ditambahkan dalam 100 ml metanol kemudian diaduk sampai larut
3.      Setelah mencapai suhu 50-55˚C ditambahkan larutan NaOH lalu diaduk dengan kecepatan 750 rpm selama 45 menit sampai terlihat endapan gliserol
4.      Diamkan selama ±24 jam (1 Malam) untuk mempermudah proses pengendapan gliserol dalam gelas beker
B.     Destilasi dan Washing
1.      Minyak yang telah diendapkan lalu dipisahkan dari endapan gliserol
2.      Minyak dipanaskan sampai suhu 70˚C selama 15 menit untuk menguapkan metanol dalam minyak, lalu minyak didinginkan.
3.      Setelah minyak dingin kemudian dimasukkan kedalam corong pemisah
4.      Ditambahkan 250 ml aquades + 1 tetes cuka untuk pembasaan minyak selama dilakukan washing
5.      Minyak dan larutan aquades kemudian digoyang-goyangkan secara merata sampai berwarna pucat dan tersabunkan
6.      Dipisahkan minyak dengan larutan sabun, proses washing diulangi sampai 4 kali dampai larutan sabun mempunyai pH7
7.      Minyak yang didapatkan adalah biodiesel yang selanjutnya diuji rendemen biodiesel dan densitas biodiesel yang dihasilkan

Tempat dan Waktu
            Praktikum ini dilakukan pada hari Kamis tanggal 26 Mei 2017 – Selesai bertempat di Laboratorium Kimia Analisis Gedung 2 Fakultas Pertanian Universitas Lambunng Mangkurat Banjarbaru.




HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Adapun hasil yang didapatkan dari praktikum kali ini yaitu :
No.
Gambar
Keterangan
1

Biodiesel yang sudah dilakukan washing dan b pH 7
 Rendemen
v  Rendemen Biodiesel (%)    =  x 100%
                                                =  x 100%
                                                = 31,5 %
v  Rendemen Biodiesel (%)    =  x 100%
                                                =  x 100%
                                                = 71,6 %
v  Rendemen Biodiesel (%)    =  x 100%
                                                =  x 100%
                                                = 41,6 %

Jadi, rendemen biodiesl yang dihasilkan dari 500 ml minyak goreng sebesar 56,9%.

Densitas
v  Densitas biodiesel dengan 1 kali pencucian (%)
=  
=        
=
= 0,872 gr/ml

v  Densitas biodiesel dengan 2 kali pencucian (%)
=  
=        
=
= 0,886 gr/ml

Pembahasan
Pada praktikum pembuatan Biodiesel kali ini menunjukkan hasil yang diluar dugaan/hipotesis sebelumnya dimana diperkirakan yang memiliki rendemen tertinggi adalah enzim komersil. Tetapi pada kenyataanya hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa penggunaan enzim buatan yang menunjukan persentase rendemen tertinggi. Akan tetapi dilihat dari segi kenampakan biodiesel, terlihat biodiesel kontrol, biodiesel dengan enzim buatan dan biodiesel dengan enzim komersil memiliki perbedaan. Biodiesel tanpa enzim terlihat keruh dan diperkirakan membutuhkan beberapa hari agar bisa mengendap. Biodiesel yang menggunakan enzim buatan terlihat agak keruh akan tetapi tidak sekeruh yang tanpa enzim dan kemungkinan hanya membutuhkan sekitar 1-2 hari agar biodiesel bisa jernih dan yang terakhir adalah biodiesel dengan perlakuan enzim komersil. Meskipun menghasilkan rendemen yang lebih sedikit, akan tetapi kenampakannya lebih jernih. Selain itu penggunaan enzim komersil mempercepat terbentuknya biodiesel dibandingkan kedua perlakuan tadi yaitu hanya sekitar 48 jam saja. Selain dari segi kenampakan, dari hasil uji nyala yang paling bagus nyala apinya adalah yang dengan enzim komersil. Dengan ini dapat diambil kesimpulan penggunaan enzim komersil menghasilkan rendemen sedikit dikarenakan substrat enzim diproses hingga seluruh substrat enzim pada minyak habis dan hanya produk enzim yang tersisa sehingga biodiesel yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus dibandingkan dengan kedua perlakuan tadi


KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil pengamatan bahwa hasil biodiesel yang menghasilkan biodiesel dengan rendemen paling tinggi adalah perlakuan enzim buatan. Akan teteapi dari segi tampilan  dan lama waktu menghasilkan biodiesel, terlihat biodiesel yang dibuat dengan enzim komersil lebih jernih dibandingkan dengan yang kontrol dan menggunakan enzim buatan.


DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2015. Outlook Energi Indonesia 2015. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. 95 hlm.

BAPEDALDA Kota Makassar, (2003), Pengembangan Industri Biodiesel Sawit”, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota Makasar, Sulawesi Selatan

Bismo, S., (2004), “Prospek Ozonisasi Etil Ester dari Beberapa Minyak Nabati untuk Bahan Bakar Mesin Diesel”, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses Teknik Kimia, ISSN 1411 – 4216, Universitas Diponegoro Semarang

Djaeni, M., Suherman, Robyansah dan Hermawan H., (2004), “Transesterifikasi Minyak Nabati Bekas Menjadi Biodiesel Menggunakan Katalis Zeolite”, Prosiding Seminar Nasional Kejuangan Teknik Kimia, ISSN 1693 – 4393, UPN “Veteran”. Yogyakarta

Hambali, E., S. Mujdalipah, A. H. Tambunan, A. W. Pattiwiri dan R. Hendroko. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta. Agomedia. 42 hlm.

Harian Kompas, “Biodiesel Jelantah dan Pelumas Sawit”, http:// www. Kompas. com\ kompas – cetak / 0110 / 22 / daerah / bo25.htm, 13 juni 2017

Haryanto, B. 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel (Bagian I. Pengenalan). Universitas Sumatera Utara digital library. Universitas Sumatera Utara. 1 – 13.

Hikmah, M. N. dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. 43 hlm.

Ketaren, S., (1986), ”Minyak dan Lemak Pangan”, Indonesia : UI – Press

Listiadi, A. P. dan I M. B. Putra. 2013. Intensifikasi Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan Metode Transesterifikasi dan Pemurnian Dry Washing. Skripsi. Universitas Sultan Agung Tirtayasa. Banten.

Pristiyani, R.. 2015. Sintesis Biodiesel Dan Fuel Bioadditive Triasetin Secara Simultan dengan Metode Interesterifikasi Minyak Jarak (Jatropha curcas). Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang. 124 hlm.

Sidjabat, O., (2004), “Pengolahan minyak goring bekas menjadi Biodiesel”, Lembaran Publikasi, LEMIGAS Jakarta
Sinaga, S.V. 2013. Pengaruh Suhu dan Waktu Reaksi Pada Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 95 hlm.

Supranto, Suhardi dan Purnomo, (2003), “Rancangan Proses Produksi Biodiesel Bahan Bakar Mesin Diesel dari Limbah Proses Pengolahan Minyak Goreng Berbasis Crude Palm Oil”, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses Teknik Kimia, ISSN 1411 – 4216, Universitas Diponegoro Semarang

Susilowati. 2006. Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk dengan Katalis Zeolit. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 1(1): 10 – 14.

Yuniwati, M., dan A. A. Karim. 2009. Kinetika Reaksi Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah) dan Metanol dengan Katalisator KOH. Jurnal Teknologi. Vol. 2(2): 130 – 136.











LAMPIRAN





























No comments:

Post a Comment