PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produksi minyak terus menurun sementara
permintaan BBM terus tumbuh yang menyebabkan peningkatan impor minyak mentah
dan produk olahan. Pada tahun 2013 pangsa terbesar penggunaan energi adalah
sektor industri (37,17%) diikuti oleh sektor rumah tangga (29,43%),
transportasi (28,10%), komersial (3,24%), dan lainnya (2,04%). Selama kurun
waktu 2000 – 2013, sektor transportasi mengalami pertumbuhan terbesar yang
mencapai 6,71% per tahun, diikuti sektor komersial (4,65%), dan sektor industri
(3,35%). Sedangkan, sektor rumah tangga mengalami pertumbuhan hanya sebesar
1,03%, dan sektor lainnya mengalami penurunan sebesar 1,65% (BPPT, 2015).
Banyak
peneliti telah menguji kemungkinan – kemungkinan penggunaan minyak nabati
sebagai pengganti bahan bakar baik secara langsung maupun sebagai bahan
pencampur. Diantaranya adalah Gerhard Knothe yang meneliti tentang pengolahan
minyak tanaman, lemak hewan dan minyak jelantah secara transesterifikasi
menjadi biodiesel (BAPEDALDA kota makassar, 2003). Kemudian perusahaan NANKO di
Jepang membuat mesin diesel pembangkit listrik dengan bahan bakar dari minyak
goreng jelantah yang telah disaring dan kemudian ditambah methanol. Supranto
dkk, meneliti tentang pengaruh suhu dan perbandingan pereaksi pada pembuatan
metil ester biodiesel dari distilat asam lemak sawit (Supranto dkk, 2003 ).
Herawan
meneliti tentang kemungkinan penggunaan kelapa sawit untuk minyak pelumas mesin
otomotif, alat – alat hidrolik dan kompresor. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
ester asam lemak dari kelapa sawit dapat disintesis menjadi pelumas dengan cara
esterifikasi metil ester asam lemak kelapa sawit dengan poliol (Nama dagang :
TMP - Ester) (Kompas, 22 Oktober 2001). Djaeni dkk, meneliti tentang penggunaan
minyak goreng bekas menjadi biodiesel dengan cara transesterifikasi. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa zeolite yang telah diaktivasi dengan asam
sulfat mempunyai kemampuan sebagai katalis dalam proses transesterifikasi
minyak nabati bekas menjadi biodiesel (Djaeni dkk, 2004). Bismo, meneliti
prospek ozonosasi etil ester dari minyak nabati untuk bahan bakar mesin diesel.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa reaksi ozonisasi dapat mengubah sifat – sifat
dan atau karakteristik dari ester yang berasal dari minyak – minyak nabati
seperti kelapa sawit, minyak sawit, minyak kedelai dan minyak matahari (Bismo,
2004).
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini
adalah untuk cara pembuatan biodisel dari minyak goreng serta membandingkan
antara hasil biodiesel yang tanpa enzim, menggunakan enzim buatan dan dengan enzim komersil.
TINJAUAN
PUSTAKA
Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak,
berwujud cair pada suhu kamar (25°C) dan lebih banyak mengandung asam lemak
tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak yang berbentuk padat
biasa disebut dengan lemak. Minyak dapat bersumber dari tanaman, misalnya
minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak bunga matahari. Minyak
dapat juga bersumber dari hewan, misalnya minyak ikan sardin, minyak ikan paus
dan lain-lain (Ketaren, 1986). Minyak sayur adalah jenis minyak yang digunakan
dalam pengolahan bahan pangan, biasanya terbuat dari kelapa maupun kelapa
sawit. Komposisi minyak goreng dari kelapa sawit seperti disajikan dalam tabel
1.
Tabel 1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa
Sawit (Ketaren, 1986)
Asam lemak
|
Kadungan
|
Asam mirisat
|
1.1 – 2.5
|
Asam palmitat
|
40 – 46
|
Asam stearat
|
3.6 – 4,7
|
Asam oleat
|
39 – 45
|
Asam linoleat
|
7.0 – 11
|
Tabel 2. Karakteristik Minyak Goreng Bekas (Sidjabat, 2004)
No
|
Karakteristik
|
Hasil
analisis
|
Metode
uji
|
1
|
Spesifik
gravitasi 60/60oF
|
0.9225
|
ASTM D-1298
|
2
|
Viskositas
kinematik 100oC, cSt
|
50.47
|
ASTM D-445
|
3
|
Warna
|
>3.5
|
ASTM D-1500
|
4
|
Bilangan
asam total mg KOH/gr
|
5.28
|
ASTM D-664
|
5
|
Residu
karbon, %-brt
|
0.314
|
ASTM D-189
|
6
|
Asam
lemak bebas, %-brt
|
4.2
|
-
|
7
|
Komposisi
asam lemak ,%-brt
-
Asam laurat
-
Asam palmiat
-
Asam margarat
-
Asam stearat
-
Asam oleat
-
Asam linoleat
-
Asam arkhidrat
|
1.606
14.939
3.959
13.121
32.192
5.022
2.585
|
HPLC
|
Penggunaan minyak nabati berulang kali sangat membahayakan kesehatan. Hal ini dikarenakan selain semakin banyaknya kotoran yang terkandung dalam minyak goreng akibat penggorengan bahan makanan sebe-lumnya dan semakin banyaknya senyawa – senyawa asam karboksilat bebas di dalam minyak serta warna minyak goreng yang semakin tidak jernih jika dipakai berulang kali. Selama proses penggorengan, terjadi pemanasan
dan
minyak berubah menjadi berwarna gelap karena terjadinya reaksi kimia yang dapat menghasilkan
sekitar
400 senyawa kimia yang umum nya bersifat karsinogenik (Boyd dan Margaret, 1996). Sedangkan pembuangan minyak goreng bekas secara langsung ke lingkungan akan menimbulkan pencema-ran. Komposisi minyak goring bekas
dari kelapa sawit, disajikan dalam tabel 2.
Biodiesel
adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati, baik
minyak baru maupun bekas penggorengan melalui proses transesterifikasi,
esterifikasi, atau proses esterifikasi-transesterifikasi. Biodiesel digunakan
sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk motor diesel. Biodiesel
dapat diaplikasikan baik dalam bentuk 100% (B100) atau campuran dengan minyak
solar pada tingkat konsentrasi tertentu (Hambali, dkk., 2007). Bahan bakar
minyak ini merupakan hasil proses esterifikasi dan transesterifikasi .
Biodiesel termasuk golongan mono-alkil ester atau metil ester yang memiliki
panjang rantai karbon antara 12 sampai 20 terkandung oksigen. Hal tersebut 6
membedakan antara biodiesel dengan petroleum diesel, karena petroleum diesel
mengandung hidrokarbon tanpa oksigen (Sinaga, 2013).
Menurut
Haryanto (2002), biodiesel memiliki keunggulan sebagai bahan bakar minyak
alternatif untuk menutupi kekurangan kebutuhan bahan bakar fosil yang semakin
meningkat namun ketersediaannya semakin berkurang. Kelebihan biodiesel
dibandingkan bahan bakar petroleum yaitu, bahan bakar yang tidak beracun dan
dapat dibiodegadasi, memiliki setana yang tinggi, dapat mengurangi emisi karbon
monoksida, hidrokarbon dan NOx, dan terdapat dalam fase cair. Bahan bakar
diesel sendiri relatif mudah terbakar (tanpa harus dipicu dengan letikan api
busi) apabila disemprotkan ke dalam udara panas yang memiliki tekanan. Bilangan
setana merupakan tolak ukur dari sifat ini, yang diartikan sebagai % volume
n-setana di dalam bahan bakar berupa campuran n-setana (nC16H34) dan α-metil
naftalena (α-CH3 -C10H7 ) serta di dalam mesin diesel standar memiliki kualitas
pembakaran. n-setana (suatu hidrokarbon berantai lurus) sangat mudah terbakar
sendiri dengan nilai bilangan setana 100, sedangkan α-metil naftalena (suatu
hidrokarbon aromatik bercincin ganda) sangat sukar terbakar dengan nilai
bilangan setana nol.
Pembuatan
Biodiesel
Menurut
Hikmah dan Zuliyana (2010), biodiesel merupakan monoalkil ester dari asam-asam
lemak rantai panjang yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani
untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Biodiesel dapat diperoleh
melalui reaksi transesterikasi trigliserida dan atau reaksi esterifikasi asam
lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang digunakan sebagai bahan
baku. Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan
biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu :
Esterifikasi
Esterifikasi
adalah konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan
minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter
asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa dipakai dalam industri. Reaktan
metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih dan air sebagai
produk samping reaksi disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui
kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode
penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat
dituntaskan dalam waktu 1 jam (Listiadi dan Putra, 2013). Reaksi esterifikasi
terlihat pada Gambar 1.
RCOOH +
ROH è RCOOR
+ H2O
Asam lemak Alkohol
Ester Air
Transesterifikasi
Methyl
ester (biodiesel) dari minyak kelapa bekas (jelantah) dapat dihasilkan melalui
proses transesterifikasi, yaitu dengan cara gliserin dikeluarkan dari minyak
dan asam lemak bebas direaksikan dengan alkohol (misalnya methanol) menjadi
alkohol ester (Fatty Acid Methyl Ester/FAME), atau biodiesel. Methanol lebih
umum digunakan untuk proses transesterifikasi karena harganya lebih murah dan
lebih mudah untuk direcovery. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi
kesetimbangan. Reaksi didorong supaya bergerak ke kanan sehingga dihasilkan
methyl ester (biodiesel) maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih
atau salah satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan (Yuniwati dan Karim,
2009). Transesterifikasi (reaksi alkoholis) adalah lemak atau minyak nabati
direaksikan dengan alkohol yang akan menghasilkan ester dan gliserol sebagai
produk samping dengan bantuan katalis basa. Katalis digunakan untuk
meningkatkan laju reaksi dan jumlah produk (Listiadi dan Putra, 2013). Metanol
ataupun etanol merupakan alkohol yang umumnya digunakan. Reaksi ini cenderung
lebih cepat menghasilkan metil ester daripada reaksi esterifikasi dengan
bantuan katalis asam. Namun, penggunaan bahan baku pada reaksi
transesterifikasi harus mempunyai angka asam lemak bebas yang kecil (< 2%)
untuk menghindari pembentukan sabun (Pristiyani, 2015). Reaksi
transesterifikasi terlihat pada Gambar 2.
Reaksi transesterifikasi
sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut:
1.
Pada tahap pertama, penyerangan ikatan karbonil pada
trigliserida oleh anion dari alkohol dan membentuk zat antara tetrahedral.
2.
Pada tahap kedua, zat antara tetrahedral bereaksi dengan
alkohol dan terbentuk anion dari alkohol.
3.
Pada tahap akhir, zat antara tetrahedral mengalami transfer proton
sehingga terbentuk ester dan alkohol. Pada reaksi transesterifikasi yang
menggunakan katalis - katalis alkali, bilangan asam dari minyak nabati yang
digunakan harus kurang dari satu. Jika bilangan asamnya lebih dari satu, maka
minyak nabati yang harus dinetralisir terlebih dahulu dengan menambahkan jumlah
alkali sehingga basa yang digunakan dapat berfungsi sebagai katalis dan
penetralisir asam. Bilangan asam yang tinggi disebabkan oleh adanya kandungan
asam lemak bebas pada minyak nabati (Susilowati, 2006).
Selulase
Enzim yang dapat menghirolisis ikatan β(1-4) pada selulosa adalah
selulase. Hidrolisis enzimatik yang sempurna memerlukan aksi sinergis dari tiga
tipe enzim ini, yaitu :
1. Endo-1,4-β-D-glucanase (endoselulase, carboxymethylcellulase atau CMCase),
yang mengurai polimer selulosa secara random pada ikatan internal
α-1,4-glikosida untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai yang
bervariasi (Ikram dkk, 2005).
2. Exo-1,4-β-D-glucanase (cellobiohydrolase), yang mengurai selulosa dari
ujung pereduksi dan non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa dan/atau glukosa
(Ikram dkk, 2005).
3. β–glucosidase (cellobiase), yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan
glukosa (Ikram dkk, 2005).
Amilase
Amilase
merupakan enzim pemecah pati, glikogen dan polisakarida lain dengan cara
menghidrolisis ikatan glikosidik α-1,4 atau ikatan glikosidik α-1,6. Amilase
dibagi menjadi empat golongan, yaitu: α-amilase, β-amilase, glukoamilase dan
enzim pemutus cabang. Berdasarkan produk akhir hidrolisisnya, enzim amilase
dibagi menjadi α-amilase sakarifikasi dan amilase likuifikasi. Golongan pertama
memberikan produk akhir gula bebas sedangkan golongan kedua adalah enzim yang
memecah pati tetapi tidak menghasilkan gula bebas, kedua golongan amilase ini
dibedakan secara eksperimen (Crueger, 1984).
Enzim α-amilase (α-1,4
glukan-glukanhidrolase), termasuk enzim pemecah dari dalam molekul, bekerja
menghidrolisis dengan cepat ikatan α-1,4 glukosida pada pati. Berat molekul α-amilase
± 50 kDa (Suhartono, 1989). Enzim ini banyak digunakan pada industri sirup,
sari buah, dan selai. Enzim α-amilase mengandung paling sedikit 1 atom kalsium
permolekul dan melekat dengan erat pada molekul enzim. Adanya kalsium tersebut
menyebabkan enzim ini disebut “calcim metal coenzyme” (Judoamidjojo dkk.,
1989). Ion kalsium ini penting untuk stabilitas dan aktivitas enzim. Afinitas
ion kalsium pada α-amilase lebih kuat dari kation- kation lain. Masih belum
jelas apakah ion kalsium dapat diganti oleh kation- kation lain (Vihinen and
Mantsala, 1989).
Mekanisme
kerja enzim α-amilase pada amilosa dibagi dalam dua tahap, pertama degradasi
secara cepat molekul amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi
secara acak. Pada tahap ini terjadi penurunan kekentalan dengan cepat. Tahap
kedua, degradasi α-amilase pada amilosa menghasilkan glukosa dan 7 maltosa
dengan laju lebih lambat dan tidak secara acak (Winarno, 1995). Aktivitas
α-amilase dapat diukur berdasarkan penurunan kadar pati yang larut, kadar
dekstrin yang terbentuk, dan pengukuran viskositas atau jumlah gula pereduksi
yang terbentuk (Judoamidjojo dkk., 1989).
Aktivitas enzim α-amilase ditentukan
dengan mengukur penurunan kadar pati yang larut dengan menggunakan substrat
jenuh. Kejenuhan pati berpengaruh terhadap laju reaksi enzimatis. Apabila
larutan pati terlalu jenuh maka enzim sulit terdifusi ke dalam larutan sehingga
kerja enzim akan terhambat (Winarno, 1995).
β-amilase (β-1,4 glukan maltohidrolase),
memutus dari luar molekul dan menghasilkan unit-unit maltosa dari ujung
nonpereduksi pada rantai polisakarida. Bila tiba pada ikatan α-1,6 glikosida
seperti yang dijumpai pada amilopektin atau glikogen, aktivitas enzim ini akan
terhenti. Enzim ini bekerja pada ikatan α-1,4 dengan menginversi konfigurasi
posisi atom C (1) atau atom C nomor 1 molekul glukosa dari α menjadi β. Enzim
β-amilase memiliki pH optimum antara 5-6 (Judoamidjojo dkk., 1989).
Enzim amilase secara konstitusi merupakan
kelompok enzim yang sangat dibutuhkan dalam bidang industri, dengan pangsa
pasar mencapai hampir 25% dari pasaran enzim di dunia (de Carvalho et al.,
2008). Penggunaan enzim amilase dalam industri sangat luas mulai dari industri
pembuatan roti, sirup, pemanis, campuran oligosakarida, dekstrin, industri tekstil,
pembuatan etanol, 9 pengujian limbah cair yang mengandung amilum, industri
detergen, industri obat dan suplemen enzim (Palmer, 1985).
BAHAN DAN METODE
Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalm praktikum kali ini antara
lain :
- minyak
goreng 1L
- NaOH
- Metanol
- Aquades
Alat
Alat yang
digunakan pada praktikum kali ini antara lain :
-
Gelas ukur 500 ml 2 buah
-
Termometer
-
Pengaduk
-
Corong pisah
-
Statif
-
Penangas
-
Piknometer
-
pH Lakmus
Metode
A.
pembuatan biodiesel
1.
Minyak goreng 500 ml dalam gelas beker
dipanaskan diatas hotplate hingga suhu mencapai 50-55˚C
2.
Ditimbang 1,18 gr NaOH dan ditambahkan
dalam 100 ml metanol kemudian diaduk sampai larut
3.
Setelah mencapai suhu 50-55˚C ditambahkan
larutan NaOH lalu diaduk dengan kecepatan 750 rpm selama 45 menit sampai
terlihat endapan gliserol
4.
Diamkan selama ±24 jam (1 Malam) untuk
mempermudah proses pengendapan gliserol dalam gelas beker
B.
Destilasi dan Washing
1.
Minyak yang telah diendapkan lalu
dipisahkan dari endapan gliserol
2.
Minyak dipanaskan sampai suhu 70˚C selama
15 menit untuk menguapkan metanol dalam minyak, lalu minyak didinginkan.
3.
Setelah minyak dingin kemudian dimasukkan
kedalam corong pemisah
4.
Ditambahkan 250 ml aquades + 1 tetes cuka
untuk pembasaan minyak selama dilakukan washing
5.
Minyak dan larutan aquades kemudian
digoyang-goyangkan secara merata sampai berwarna pucat dan tersabunkan
6.
Dipisahkan minyak dengan larutan sabun,
proses washing diulangi sampai 4 kali dampai larutan sabun mempunyai pH7
7.
Minyak yang didapatkan adalah biodiesel
yang selanjutnya diuji rendemen biodiesel dan densitas biodiesel yang
dihasilkan
Tempat dan Waktu
Praktikum
ini dilakukan pada hari Kamis tanggal 26 Mei 2017 – Selesai bertempat di
Laboratorium Kimia Analisis Gedung 2 Fakultas Pertanian Universitas Lambunng Mangkurat
Banjarbaru.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Adapun hasil yang didapatkan dari praktikum kali ini
yaitu :
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
1
|
Biodiesel yang sudah dilakukan washing dan b pH 7
|
Rendemen
v Rendemen
Biodiesel (%) =
x 100%
=
x 100%
= 31,5 %
v Rendemen
Biodiesel (%) =
x 100%
=
x 100%
= 71,6 %
v Rendemen
Biodiesel (%) =
x 100%
=
x 100%
= 41,6 %
Jadi, rendemen biodiesl yang
dihasilkan dari 500 ml minyak goreng sebesar 56,9%.
Densitas
v Densitas biodiesel dengan 1 kali pencucian (%)
=
=
=
= 0,872
gr/ml
v Densitas biodiesel dengan 2 kali pencucian (%)
=
=
=
= 0,886
gr/ml
Pembahasan
Pada praktikum pembuatan Biodiesel kali ini menunjukkan
hasil yang diluar dugaan/hipotesis sebelumnya dimana diperkirakan yang memiliki
rendemen tertinggi adalah enzim komersil. Tetapi pada kenyataanya hasil yang
didapatkan menunjukkan bahwa penggunaan enzim buatan yang menunjukan persentase
rendemen tertinggi. Akan tetapi dilihat dari segi kenampakan biodiesel,
terlihat biodiesel kontrol, biodiesel dengan enzim buatan dan biodiesel dengan
enzim komersil memiliki perbedaan. Biodiesel tanpa enzim terlihat keruh dan
diperkirakan membutuhkan beberapa hari agar bisa mengendap. Biodiesel yang
menggunakan enzim buatan terlihat agak keruh akan tetapi tidak sekeruh yang
tanpa enzim dan kemungkinan hanya membutuhkan sekitar 1-2 hari agar biodiesel
bisa jernih dan yang terakhir adalah biodiesel dengan perlakuan enzim komersil.
Meskipun menghasilkan rendemen yang lebih sedikit, akan tetapi kenampakannya
lebih jernih. Selain itu penggunaan enzim komersil mempercepat terbentuknya
biodiesel dibandingkan kedua perlakuan tadi yaitu hanya sekitar 48 jam saja.
Selain dari segi kenampakan, dari hasil uji nyala yang paling bagus nyala
apinya adalah yang dengan enzim komersil. Dengan ini dapat diambil kesimpulan
penggunaan enzim komersil menghasilkan rendemen sedikit dikarenakan substrat
enzim diproses hingga seluruh substrat enzim pada minyak habis dan hanya produk
enzim yang tersisa sehingga biodiesel yang dihasilkan memiliki kualitas yang bagus
dibandingkan dengan kedua perlakuan tadi
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil pengamatan bahwa hasil biodiesel
yang menghasilkan biodiesel dengan rendemen paling tinggi adalah perlakuan
enzim buatan. Akan teteapi dari segi tampilan
dan lama waktu menghasilkan biodiesel, terlihat biodiesel yang dibuat dengan
enzim komersil lebih jernih dibandingkan dengan yang kontrol dan menggunakan
enzim buatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2015. Outlook Energi Indonesia 2015.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. 95 hlm.
BAPEDALDA Kota Makassar, (2003), “Pengembangan
Industri Biodiesel Sawit”, Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan
Daerah Kota Makasar, Sulawesi Selatan
Bismo, S., (2004), “Prospek Ozonisasi Etil Ester dari Beberapa Minyak Nabati untuk Bahan Bakar Mesin
Diesel”, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa
Kimia dan Proses Teknik Kimia, ISSN 1411 – 4216, Universitas Diponegoro
Semarang
Djaeni, M., Suherman, Robyansah dan Hermawan H., (2004), “Transesterifikasi Minyak Nabati Bekas Menjadi Biodiesel Menggunakan Katalis Zeolite”, Prosiding
Seminar Nasional
Kejuangan Teknik Kimia, ISSN 1693 –
4393, UPN “Veteran”. Yogyakarta
Hambali,
E., S. Mujdalipah, A. H. Tambunan, A. W. Pattiwiri dan R. Hendroko. 2007. Teknologi
Bioenergi. Jakarta. Agomedia. 42 hlm.
Harian Kompas, “Biodiesel Jelantah dan Pelumas Sawit”, http:// www. Kompas. com\ kompas – cetak / 0110 / 22 / daerah / bo25.htm, 13
juni 2017
Haryanto,
B. 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel (Bagian I. Pengenalan). Universitas
Sumatera Utara digital library. Universitas Sumatera Utara. 1 – 13.
Hikmah, M.
N. dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Dedak dan
Metanol dengan Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi. Skripsi. Universitas
Diponegoro. Semarang. 43 hlm.
Ketaren, S., (1986), ”Minyak dan Lemak Pangan”, Indonesia : UI – Press
Listiadi, A. P. dan I M. B. Putra. 2013. Intensifikasi Biodiesel dari
Minyak Jelantah dengan Metode Transesterifikasi dan Pemurnian Dry Washing.
Skripsi. Universitas Sultan Agung Tirtayasa. Banten.
Pristiyani, R.. 2015. Sintesis Biodiesel Dan Fuel Bioadditive Triasetin
Secara Simultan dengan Metode Interesterifikasi Minyak Jarak (Jatropha curcas).
Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang. 124 hlm.
Sidjabat, O., (2004), “Pengolahan minyak goring bekas menjadi Biodiesel”, Lembaran Publikasi, LEMIGAS Jakarta
Sinaga, S.V. 2013. Pengaruh Suhu dan Waktu Reaksi Pada Proses Pembuatan
Biodiesel dari Minyak Jelantah. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
95 hlm.
Supranto, Suhardi dan Purnomo, (2003), “Rancangan Proses Produksi Biodiesel Bahan Bakar Mesin Diesel dari
Limbah Proses
Pengolahan Minyak Goreng Berbasis Crude Palm Oil”, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses Teknik Kimia, ISSN 1411 – 4216, Universitas Diponegoro Semarang
Susilowati. 2006. Biodiesel dari
Minyak Biji Kapuk dengan Katalis Zeolit. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 1(1): 10 –
14.
Yuniwati, M., dan A. A. Karim.
2009. Kinetika Reaksi Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah)
dan Metanol dengan Katalisator KOH. Jurnal Teknologi. Vol. 2(2): 130 – 136.
LAMPIRAN
No comments:
Post a Comment