PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Sejalan
dengan berkembangnya isu ”back to nature” untuk memenuhi permintaan
produk pertanian organik dengan berbagai persyaratan yang semakin meningkat,
banyak orang berupaya mengembangkan teknologi pemanfaatan bahan-bahan
organik untuk digunakan sebagai pupuk. Melalui berbagai penelitian diperoleh
kesimpulan bahwa tanpa bahan organik, sistem pertanian akan bersifat rapuh
(fragile), mudah berubah hanya dengan perubahan lingkungan yang kecil (Bergeret,
1987).
Abdoellah
(2000) melaporkan bahwa dengan bertambahnya kekuatiran akan
adanya pengaruh buruk terhadap kesehatan akibat pencemaran pupuk kimia, kini
mulai ditingkatkan kembali penggunaan bahan organik, serta mengurangi penggunaan
pupuk buatan (anorganik). Kecenderungan sistem seperti di atas menimbulkan
sistem pertanian yang dikenal dengan sistem pertanian berkelanjutan
dengan masukan eksternal yang rendah. Disamping berfungsi untuk
memperbaiki sifat fisika tanah (sebagai soil conditioner), bahan organic juga
membantu menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman meskipun dalam
jumlah yang sedikit. Sifat fisik tanah yang baik akan menyebabkan penyerapan
unsur hara tanah oleh tanaman menjadi lebih mudah/lancar. Oleh karena
itu, penambahan bahan organik akan mengurangi jumlah unsur hara yang diperlukan
tanaman dalam bentuk pemberian pupuk anorganik.
Salah
satu tindakan yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan limbah padat
pabrik kelapa sawit sebagai penambah jumlah unsur hara dalam tanah. Kelapa
sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya
sangat pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi, produk
samping atau limbah kelapa sawit juga tinggi. Secara umum limbah dari pabrik
kelapa sawit terdiri atas tiga bentuk yaitu padat, cair dan gas. Limbah padat pabrik
kelapa sawit dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses
pengolahan dan yang berasal dari proses basis pengolahan limbah cair (Utomo
danWidjaja, 2004).
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mempelajari pengaruh
pemberian limbah lumpur
kering kelapa sawit terhadap pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea)
dan produktivitasnya serta dinamika total mikrob dan fungi dalam tanah.
ISI
Limbah Lumpur Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi
andalan Indonesia yang perkembangannya demikian pesat. Pesatnya perkembangan kelapa sawit
di Indonesia
didukung oleh kondisi pedoagroklimatnya yang memang sangat sesuai untuk tanaman
kelapa sawit. Kelapa sawit juga memiliki keunggulan produktifitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan sumber minyak nabati lainnya. Kelapa sawit dapat
menghasilkan minyak sekitar 7 ton/ha produksi kelapa sawit, sedangkan
kedelai menghasilkan minyak sebesar 3 ton/ha produksi kedelai (Elisabeth
dan Ginting, 2003)
Selain produksi minyak yang tinggi, produk
samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Secara umum limbah dari pabrik kelapa
sawit terdiri atas tiga bentuk yaitu limbah cair, padat dan gas. Limbah cair kelapa
sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses klarifikasi dan
buangan dari hidrosiklon (Utomo danWidjaja,
2004).
Pada umumnya, limbah cair kelapa sawit
mengandung bahan organik yang cukup tinggi sehingga potensial mencemari air tanah dan badan air.
Limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah yang
berasal dari proses pengolahan berupa tandan kosong kelapa sawit, cangkang atau
tempurung, serabut atau serat, dan sludge/lumpur.
Lumpur sawit merupakan larutan buangan
yang dihasilkan selama proses pemerasan dan ekstraksi minyak (Hutagalung dan Jalaluddin, 1982).
Larutan buangan ini langsung
dialirkan ke selokan, kolam, atau sungai di sekitar pabrik. Komposisi
limbah lumpur sawit (sludge) di pabrik kelapa sawit Kertajaya adalah air ± 84.87%,
padatan ±13.31% dan minyak ±1.82%.
Kandungan lemak dan protein yang relatif tinggi
tersebut menjadikan limbah
lumpur sawit (sludge) dan serat merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Limbah lumpur
kering kelapa sawit yang terdiri dari
sludge dan serat cukup potensial untuk diolah lebih lanjut. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai pakan
ternak. Dalzell (1978) setelah melakukan penelitian
dengan menambahkan limbah kelapa sawit pada makanan sapi , akhirnya menyimpulkan bahwa limbah kelapa
sawit merupakan bahan pakan yang potensial,
selain itu juga dapat mengatasi masalah polusi dan memberi nilai tambah pada pabrik pengolahan kelapa
sawit.
Tabel 1. Komposisi
kimia limbah lumpur sawit (sludge) kelapa sawit Analisa
Proksimat
|
% Berat Kering
|
|
(Davendra, 1977)
|
(Sutardi, 1991)
|
|
Bahan Kering
|
90.00
|
93.10
|
Abu
|
11.10
|
12.00
|
Protein Kasar
|
9.60
|
13.30
|
Lemak
|
21.30
|
18.85
|
Serat Kasar
|
11.50
|
16.30
|
Beta N
|
46.50
|
39.55
|
TDN
|
74.00
|
Tabel 2. Analisis kimia tanah dan limbah lumpur kering kelapa sawit
Analisis
|
pH
|
N-Total
(%)
|
P-Tersedia
(ppm)
|
K-dd
(me/100gr)
|
C-Organik
(%)
|
Tanah
|
4.2
|
0.11
|
3.58
|
0.13
|
1.42
|
Limbah
Lumpur Kering
|
4.1
|
0.40
|
0.06
|
0.76
|
2.58
|
Botani sawi
Sawi (Brassica juncea) merupakan tanaman
semusim yang berdaun lonjong,
halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Tanaman sawi berbeda dengan petsai (Brassica chinensis). Petsai
adalah tanaman dataran tinggi sementara sawi juga
bisa ditanam di dataran rendah batang sawi lebih ramping dan lebih hijau sedangkan batang petsai gemuk dan
berkelompok dengan daun putih kehijauan. Sawi
yang banyak ditanam di Indonesia sebenarnya dikenal dengan nama caisim (Nazaruddin, 2003).
Tanaman sawi dalam taksonomi tumbuhan mempunyai
klasifikasi sebagai berikut
: Angiospermae (Divisi), Dicotyledoneae (kelas), Cruciferae (
Famili), Brassica (Genus)
dan Brassica juncea (Spesies) (Bailey, 1963). Suku Cruciferae merupakan sayuran paling populer dan
diusahakan secara luas (Williams, 1993).
Tanaman sawi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
bentuk batang yang pendek,
tegap dan daunnya lebar berwarna hijau tua. Daun-daunnya mempunyai tangkai yang pipih (Suryono dan
Rismunandar, 1981); akarnya tunggang serta biji sawi
berbentuk bulat pipih dan berwarna kuning kecoklatan (Rubatzky, 1999).
Perbanyakan tanaman sawi
dilakukan dengan biji. Kebutuhan benih sawi per
hektar hanya 700 g. Sebelum dikebunkan biji sawi harus disemaikan dahulu. Bibit yang sudah berdaun 4 helai dapat
dipindahkan ke lahan (Nazaruddin, 2003).
KESIMPULAN
Penambahan limbah lumpur kering kelapa sawit
ke dalam media tanam tanaman sawi (Brassica
juncea) mampu menggantikan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman
sawi untuk mendukung pertumbuhan tanaman tersebut. Dinamika populasi total
mikroorganisme dan total fungi sebagian besar mengalami kenaikan tetapi ada
juga beberapa perlakuan yang mengalami penurunan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdoellah, P. 2000. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit. Bogor. (www.wikipedia. com).
Diakses Pada Tanggal 1 Mei 2017.
Bergeret, A. 1987. Sistem Produksi Menurut Pendekatan Ekologis Dalam Ekofarming Bertani
Selaras Alam. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Dalzell, R. 1978. A case Study on The Utilization of Effluent and by Products of Oil Palm
by cattle and Buffaloes on an Oil Palm Estate. Malaysian Agriculture
Research and Development Institute. Serdang-Selangor.
Davendra, C. 1977. Utilization of Feeding Stuffs from The Oil Palm Feeding Stuffs for
Livestock in south East Asia. Malaysian Agriculture Research and
Development Institute. Serdang-Selangor.
Ellisabeth, J dan S. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Kelapa
Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Bengkulu. Bengkulu.
Hutagalung, R dan Jalaluddin. 1982. Feeds for Farm Animal from The Oil Palm.
Dept. of Animal Science University.
Nazaruddin.
2003. Sayuran Dataran Rendah, Cetakan
ke-2. Penebar Swadaya. Jakarta.
Utomo, B dan E. Widjaja. 2004. Limbah padat pengolahan minyak sawit
sebagai sumber nutrisi ternak ruminansia. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Kalimantan Tengah. Palangkaraya. (http://www.pustakadeptan. go.id/publikasi/p3231044.pdf).
Diakses Pada Tanggal 1 Mei 2017
Rubatzky,
V. 1999. Sayuran Dunia II. Catur Herison
(penerjemah). ITB-Press. Bandung.
Williams, C. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Fakultas Pertanian, Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment