Labels

Wednesday, April 25, 2018

Makalah Pupuk Hayati Dan Pestisida Nabati

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanian organik bukan saja bertujuan untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan sehat, tetapi juga untuk memperbaiki dan menghasilkan lingkungan yang bersih, dengan mempertimbangan faktor ekonomi dan sosial, termasuk kearifan lokal. Pada tahun 1980, tercatat 65% lahan sawah di Indonesia mengandung karbon organik di bawah 1,5% (kritis) dan pada 1999 meningkat menjadi 80%. Apabila penggunaan pupuk organik tidak digalakkan maka lahan kritis akan makin meluas dan berakibat terhadap menurunnya produktivitas. Hal ini sudah dirasakan, misalnya penambahan dosis pupuk pada tanaman padi cenderung tidak meningkatkan hasil, bahkan menurun. Pada tahun 1980, dengan dosis pupuk 268 kg/ha, hasil padi 3,8 t/ha. Pada tahun 1990, hasil padi mencapai 5,1 t/ha dengan dosis pupuk 403 kg/ha. Namun pada tahun 1999, pemberian pupuk dengan dosis 417 kg/ha, hasil padi turun menjadi 4,8 t/ha (Damardjati 2006).
Masalah utama yang sering dihadapi dalam kegiatan pertanian organik adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT), terutama di daerah tropis karena kondisi iklim tropis akan sangat mendukung perkembangan OPT. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian OPT yang intensif, antara lain dengan menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida kimia sintetis dilarang dalam sistem pertanian organik sehingga penggunaan pestisida nabati menjadi sangat strategis. Dampak negatif penggunaan pestisida sintetis meliputi polusi lingkungan (kontaminasi tanah, air, dan udara), serangga hama menjadi resisten, resurgen maupun toleran terhadap pestisida, serta dampak negatif lainnya.
Pupuk hayati dapat diterapkan dalam bentuk cair maupun padat. Pupuk hayati berbentuk cair umumnya harus segera digunakan karena memiliki masa simpan yang singkat, serta mudah terkontaminasi. Pupuk hayati dalam bentuk padat lebih mudah digunakan dan disimpan (Hardiatmi,2009). Kualitas pupuk hayati dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan misalnya suhu, pH, dan kontaminan. Faktor lingkungan tersebut berpengaruh terhadap masa simpan, viabilitas, dan efektivitas induksinya terhadap tanaman. Pupuk hayati yang baik dapat disimpan dalam waktu lama tanpa menyebabkan penurunan viabilitas yang signifikan. Pupuk hayati adalah mikrobia yang diberikan ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara. Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya.
Konsep pertanian berkelanjutan yang mengusung manajemen pengelolaan lahan pertanian dengan mempertahankan kondisi lingkungan sehat dan dapat dipergunakan secara terus menerus (sustainable) menjadi perhatian serius terutama dengan kondisi lingkungan yang rusak saat ini (Hanafiah et al. 2005). Pemanfaatan agen-agen hayati (biological agents) menjadi solusi dalam konsep pertanian tersebut. Beberapa alasan tentang pentingnya agen hayati, misalnya mikroba tanah dalam menjaga kesehatan lingkungan adalah: Pertama, agen hayati dapat berperan sebagai dekomposer senyawa organik yang berasal dari limbah.
Secara umum organisme tanah dikelompokkan menjadi dua macam yaitu fauna dan flora tanah. Fauna tanh merupakan bagian penting dalam ekosistem, termasuk pertanian, karena fauna tanah terlibat dalam berbagai proses tanah antara lain degradasi bahan organik,  mineralisasi unsur hara, pengendalian populasi organisme patogen, memperbaiki struktur tanah dan mencampur bahan organik dengan tanah ( Handayanto dan Hairiah, 2007).
Peranan organisme dalam tanah bermacam-macam. Ada yang menguntungkaan, merugikan dan ada pula yang tidak berpengaruh sama sekali.Perubahan organik menjadi humus hanya dapat terjadi dengan bantuan organisme dalam tanah. Semakin banyak organisme dalam tanah berarti semakin tinggi kadarair tanah tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi biota atau kehidupan tanah di antaranya adalah iklim, vegetasi, suhu, kelembaban dan keasaman (Soepardi, 1983).

Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui pengertian dan manfaat dari pupuk hayati dan pestisida nabati.



ISI
Pestisida nabati merupakan kearifan lokal di Indonesia yang sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), guna mendukung terciptanya sistem pertanian organik. Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Pestisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas juga oleh karena terbuat dari bahan alami /nabati,maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang (Kardinan, 2008).
Pestisida Nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati sudah dipraktekkan 3 abad yang lalu. Pada tahun 1690, petani di Perancis telahmenggunakan perasaan daun tembakau untuk mengendalikan hama kepik pada tanaman buahpersik. Tahun 1800, bubuk tanaman pirethrum digunakan untuk mengendalikan kutu. Penggunaan pestisida nabati selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan, harganya relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan pestisida kimia. Oleh karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai di alam jadi residunya singkat sekali. Pestisida nabati bersifat “pukul danlari” yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah terbunuh maka residunya cepat menghilang di alam. Jadi tanaman akan terbebas dari residu sehingga tanaman aman untuk dikonsumsi. Pestisida nabati dapat membunuh atau menganggu serangga hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik yaitu merusak perkembangan telur, larva, dan pupa kemudian menghambat pergantian kulit dan menganggu komunikasi serangga serta menyebabkan serangga menolak makan. Selanjutnya menghambat reproduksi serangga betina dan mengurangi nafsu makan, memblokir kemampuan makan serangga, mengusir serangga kemudian menghambat perkembangan patogen penyakit (Anonimb, 2011).
Pestisida nabati merupakan produk alam dari tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit, dan batang yang mempunyai kelompok metabolitsekunder atau senyawa bioaktif. Beberapa tanaman telah diketahui mengandung bahan-bahan kimia yang dapat membunuh, menarik, atau menolak serangga. Beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga yang mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus pertumbuhan serangga, sistem pencernaan, atau mengubah perilaku serangga (Supriyatin dan Marwoto, 2000).
                Secara ekonomis, maka biaya pestisida nabati yang dikeluarkan petani relatif lebih ringan dibanding pestisida sintetis, di mana harga pestisida sintetis di era sekarang lebih mahal. Pestisida nabati/ alami diartikan sebagai suatu estisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang tumbuh di sekitar kita. Pestisida nabati relatif lebih mudah dibuat dan didapat oleh petani dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Dari sisi lain pestisida alami/ nabati, mempunyai keistimewaan yang bersifat mudah terurai di alam, sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Pestisida nabati bersifat lebih aman dan nyaman, yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu (bersifat kontak) dan setelah hamanya terbunuh, maka residunya akan cepat menghilang di alam. Dengan demikian, tanaman akan terbebas dari residu pestisida dan aman untuk dikonsumsi.
                Penggunaan pestisida nabati dimaksudkan bukan untuk meninggalkan dan menganggap tabu penggunaan pestisida sintetis, tetapi hanya merupakan suatu cara alternatif agar pengguna tidak hanya tergantung kepada pestisida sintetis dan agar penggunaan pestisida sintetis dapat diminimalkan, sehingga kerusakan lingkungan yang diakibatkannya pun diharapkan dapat dikurangi dan waktu kerusakan lingkungan dapat diperlambat pula. Kegunaan Pemakaian Pestisida Nabati : Untuk meminimalkan pemakaian pestisida sintetis sehingga dapat mengurangi kerusakan lingkungan, Untuk mengurangi biaya usaha tani yang mana bahan pestisida nabati mudah didapat yang tumbuh di sekitar kita dan mudah dibuat oleh siapapun khususnya para petani, Tidak membahayakan kesehatan bagi manusia dan ternak peliharaan (Anonima, 2010).

Daun Mimba sebagai Pestisida Nabati
Mimba, terutama dalam biji dan daunnya mengandung beberapa komponen dari produksi metabolit sekunder yang diduga sangat bermanfaat, baik dalam bidang pertanian (pestisida dan pupuk), maupun farmasi (kosmetik dan obat-obatan). Beberapa diantaranya adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin Azadirachtin sendiri terdiri dari sekitar 17 komponen dan komponen yang mana yang paling bertanggung jawab sebagai pestisida atau obat. Mimba tidak membunuh hama secara cepat, namun mengganggu hama pada proses makan, pertumbuhan, reproduksi dan lainnya (Becker, 1965).
Azadirachtin berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam proses metamorfosa serangga. Serangga akan terganggu pada proses pergantian kulit, ataupun proses perubahan dari telur menjadi larva, atau dari larva menjadi kepompong atau dari kepompong menjadi dewasa. Biasanya kegagalan dalam proses ini seringkali mengakibatkan kematian (Marwoto, 2000).
Salanin berperan sebagai penurun nafsu makan (anti-feedant) yang mengakibatkan daya rusak serangga sangat menurun, walaupun serangganya sendiri belum mati. Oleh karena itu, dalam penggunaan pestisida nabati dari mimba, seringkali hamanya tidak mati seketika setelah disemprot (knock down), namun memerlukan beberapa hari untuk mati, biasanya 4-5 hari. Namun demikian, hama yang telah disemprot tersebut daya rusaknya sudah sangat menurun, karena dalam keadaan sakit (Ruskin, 1993).
Meliantriol berperan sebagai penghalau (repellent) yang mengakibatkan serangga hama enggan mendekati zat tersebut. Suatu kasus terjadi ketika belalang Schistocerca gregaria menyerang tanaman di Afrika, semua jenis tanaman terserang belalang, kecuali satu jenis tanaman, yaitu mimba. Mimba pun dapat merubah tingkah laku serangga, khususnya belalang (insect behavior) yang tadinya bersifat migrasi, bergerombol dan merusak menjadi bersifat solitair yang bersifat tidak merusak (Untung, 1993).
Nimbin dan nimbidin berperan sebagai anti mikro organisme seperti anti-virus, bakterisida, fungisida sangat bermanfaat untuk digunakan dalam mengendalikan penyakit tanaman. Tidak terbatas hal itu, bahan-bahan ini sering digunakan dan dipercaya masyarakat sebagai obat tradisional yang mampu menyembuhkan segala jenis penyakit pada manusia (Kardinan, 2003).
Manfaat daun mimba sebagai pestisida nabati sangat mengguntungkan bagi para petani dalam pengendalian hama secara biologis dan selain itu juga dapat digunakan sebagai obat tradisional untuk kesehatan. Tanaman Mimba sebagai pestisida nabati memiliki daya kerja yang efektif, ekonomis, aman, mudah didapat dan ramah lingkungan.  Zat-zat racun yang ada di dalam tanaman mimba bermanfaat untuk insektisida, repelen, akarisida, penghambat pertumbuhan, neumatisida, fungisida, anti virus. Racun tersebut sebagai racun perut dan sistemik. Mimba memiliki efek anti serangga dengan azadirachtin sebagai komponen yang paling paten (Thamrin , 2008).
Ekstrak daun dapat berefek sebagai fungisida alami pada pengendalian penyakit antraknosa pada apel pasca panen, berefek insektisida terhadap larva Aedes aegypti. Toksisitas dapat menyebabkan iritasi mata dan jaringan lunak, serta kemungkinan sebagai penyebab konjugtivitas dan inflamasi.  Sudah sejak lama mimba digunakan sebagai pestisida nabati dengan kemanjuran dan peruntukan yang luas (Broad spectrum), baik digunakan secara sederhana di negara berkembang, maupun digunakan secara terformula di negara maju, seperti Amerika Serikat. Pada awalnya hanya diperuntukan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) pada tanaman yang bukan untuk dikonsumsi, namun belakangan ini sudah diperkenankan dipergunakan untuk mengendalikan OPT pada tanaman pangan (food crops). Diduga aplikasi ekstrak daun mimba pada berbagai tingkat konsentrasi akan mempengaruhi perkembangan hama Plutella xylostella dan dapat mengurangi persentase kerusakan pada tanaman (Ruskin, 1993).
Cara untuk menghasilkan pangan sehat dan aman (toyibanfood) antara lain dapat melalui gerakan pertanian organik, yang melarang penggunaan pestisida kimia sintetis, menggantinya dengan pestisida nabati yang bersahabat dengan lingkungan dan aman bagi kesehatan manusia . Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangga hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik, yaitu : Merusak perkembangan telur, larva dan pupa, menghambat pergantian kulit, mengganggu komunikasi seangga, menyebabkan serangga menolak makan, menghambat reproduksi serangga betina, mengurangi nafsu makan, memblokir kemampuan makan serangga, mengusir serangga, dan menghambat perkembangan patogen penyakit (Anonima, 2010).
Pada dasarnya pupuk hayati berbeda dengan pupuk  anorganik, seperti Urea, SP 36, atau MOP sehingga dalam aplikasinya tidak dapat menggantikan seluruh hara yang dibutuhkan tanaman. Produk tersebut memiliki bahan aktif yang mampu menghasilkan senyawa yang berperan dalam proses pelarutan hara dalam tanah. Fungsi senyawa tersebut yaitu membantu penyediaan hara dari udara dan mematahkan ikatan-ikatan yang menyebabkan unsur hara tertentu tidak tersedia bagi tanaman. Melalui mekanisme tersebut penyediaan unsur hara bagi tanaman akan meningkat.
Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfir akar (rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri pemacu tanaman (plant growth-promoting rhizobacteria=PGPR). Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat Njuga; (2) menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain); (3) menekan penyakit tanaman asal tanah dengan memproduksi siderofor glukanase, kitinase, sianida; dan (4) melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al., 1999; Glick et al., 1995; Kloepper, 1993; Kloepper et al., 1991).
Beberapa Biofertilizer Dan Manfaatnya
Secara umum jenis dan manfaat yang dihasilkan mikroorganisme (biofertilizer) adalah sebagai berikut :
1.              Bakteri Rhizobium
Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh keompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium terdapat pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya.Suatu pigmen merah yang disebut Leghemeglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroit dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah Leghemeglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi (Rao, 1994)
Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu menfiksasi 100-300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Permasalahan yang perlu diperhatikan adalah efisiensi inokulan Rhizobium untuk jenis tanaman tertentu. Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10%-25%. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergangtung pada kondisi tanah dan efektivitas populasi asli (Sutanto, 2002).
2.              Azospirillum dan Azotobacter
Ada beberapa jenis bakteri penambat nitrogen yang berasosiasi dengan perakaran tanaman. Bakteri yang mampu meningkatkan hasil tanaman tertentu apabila diinokulasikan pada tanah pertanian dapat dikelompokkan atas dua jenis yaitu Azospirillum dan Azotobacter. Azospirillum mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati. Bakteri ini banyak dijumpai berasosiasi dengen tanaman jenis rerumputan, termasuk beberapa jenis serealia, jagung, cantel, dan gandum. Sampai saat ini ada tiga spesies yang telah ditemukan dan mempunyai kemampuan sama dalam menambat nitrogen yaitu Azospirillum brasilense, Azospirillum lipoferum, dan Azospirillum amazonese. Azospirillum merupakan salah satu mikroba di daerah perakaran. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morfologi perakaran, meningkatkan jumlah akar rambut, menyebabakan percabangan akar lebih berperan dalam penyerapan hara.
Keuntungan lain dari bakteri ini, bahwa apabila saat berasosiasi dengan perakaran tidak dapat menambat nitrogen, maka pengaruhnya adlah meningkatkan penyerapan nitrogen yang ada di dalam tanah. Dalam hal ini pemanfaatan bakteri ini tidak berkelanjutan, tetapi apabila Azospirillum yang berasosiasi dengan perakaran tanaman mampu menambat nitrogen, maka keberadaan nitrogen di dalam tanah dapat dipertahankan dalam waktu yang reatif panjang.
Ada dua pengaruh positif Azotobacter terhadap pertumbuhan tanaman yaitu mempengaruhi perkecambahan benih dan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Kenaikan hasil tanaman setelah diinokulasi Azotobacter sudah banyak diteliti. Di India inokulasi Azospirillum pada tanaman jagung, gandum, cantel, padi, bawang putih, tomat, terong dan gubis ternyata mampu menignkatkan hasil tanaman tersebut. Apabila Azospirillum dan Azotobacter diinokulasikan secara bersama, maka Azospirillum lebih efektif dalam meningkatkan hasil tanaman. Azospirillum menyebabkan kenaikan cukup besar pada tanaman jagung, gandum dan cantel (Sutanto, 2002).
3.              Mikroba pelarut fosfat
Kebanyakan tanah di wilayah tropika yang beraksi asam ditandai kahat fosfat. Sebagian besar bentuk fosfat tersemat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanamam. Pada kebanyakan tanah tropika diperkirakan hanya 25% fosfat yang diberikan dalam bentuk superfosfat yang diserap tanaman dan sebagian besar atau 75% diikat tanah dan tidak dapat diserap oleh tanaman (Sutanto, 2002).
4.              Mikoriza
Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tinggi diistilahkan dengan mikoriza. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mengkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogen, dan mendapat pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman (Rao, 1994)



KESIMPULAN
Pupuk hayati adalah mikrobia yang diberikan ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara. Pupuk hayati dapat diterapkan dalam bentuk cair maupun padat. Pupuk hayati berbentuk cair umumnya harus segera digunakan karena memiliki masa simpan yang singkat, serta mudah terkontaminasi. Pupuk hayati dalam bentuk padat lebih mudah digunakan dan disimpan.
Manfaat pestisida nabati adalah Sebagai bahan kimia dari tumbuhan; Dapat digunakan sebagai agen pengendalian hama; Bersifat mematikan hama dengan cepat; Bersifat sebagai zat menghambat perkembangan serangga/hama; Bersifat sebagai zat pemikat; Bersifat sebagai zat penolak; Bersifat sebagai zat penghambat makan.


DAFTAR PUSTAKA
Anonima,2010. Pembuatan Pestisida Nabati. http://www.shvoong.com. Diakses pada tangga 23 April 2017.

Anonimb. 2011. Bahan-bahan nabati yang dapat digunakan sebagai pengendali organisme pengganggu tanaman. http://faperta.uns.ac.id. Diakses pada tanggal 23 April 2017.

Backer dan Van der Brink, 1965. Insektisida Alami. http://ipb.ac.id. pada. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Diakses pada tanggal 23 April 2107.

Cattelan, A.J., P.G. Hartel, and J.J. Fuhrmann. 1999. Screening for plant growth-promoting rhizobacteria to promote early soybean growth. Soil Sci.Soc.Am.J. 63: 1.670-1.680.

Damardjati, D.S. 2006. Kebijakan Departemen Pertanian dalam Pengembangan Produk Pangan Organik. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran hasil Pertanian, Jakarta.

Hanafiah, K. A., 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hadayanto E, Hairiah K.2007. BiologiTanah. Malang: Pustaka Adipura.
Hardiatmi, J.M.S., 2009. Pemanfaatan Jasad Renik Mikoriza Untuk Memacu Pertumbuhan Tanaman Hutan. Dikutip Dari http://unsri.ac.id. Diakses Tanggal 23 April 2017.

Kardinan, A. 2003. Tanaman Pengendali Hama Lalat Buah. Agromedia Pustaka, Jakarta. 80 hlm

Kardinan A dan Dhalimi A. “MIMBA” (Azadirachta indica A.Juss) Tanaman Multi Manfaat. Perkembangan Teknologi TRO Vol. XV No.1, 2003.

Rao, N.S.S. 1994. Soil Microorganism and Plant Growth. Oxford and IBM Publishing Co. (Terjemahan H. Susilo. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press)

Ruskin, 1993. Mengenal tanaman bahan pestisida nabati. IDEP Foundation. ISBN: 979-15305-0-5. PPL, Cianjur.

Soepardi, Goeswono.1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. IPB Press. Bogor.
Supriyatin dan Marwoto, 2000. Pestisida Nabati. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutanto,R.,2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius Yogyakarta.
Thamrin dkk,2008. Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati. Jakarta: Balai Pertanian Lahan Rawa.

Untung, 1993. Pestisida Alami ( Nabati). Jakarta: Erlangga. 

No comments:

Post a Comment