PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Pertanian
organik bukan saja bertujuan untuk menghasilkan produk yang
berkualitas dan sehat, tetapi juga untuk memperbaiki dan
menghasilkan lingkungan yang bersih, dengan mempertimbangan faktor
ekonomi dan sosial, termasuk kearifan lokal. Pada tahun
1980, tercatat 65% lahan sawah di Indonesia mengandung karbon
organik di bawah 1,5% (kritis) dan pada 1999 meningkat
menjadi 80%. Apabila penggunaan pupuk organik tidak
digalakkan maka lahan kritis akan makin meluas dan
berakibat terhadap menurunnya produktivitas. Hal ini sudah
dirasakan, misalnya penambahan dosis pupuk pada tanaman padi
cenderung tidak meningkatkan hasil, bahkan menurun. Pada tahun
1980, dengan dosis pupuk 268 kg/ha, hasil padi 3,8
t/ha. Pada tahun 1990, hasil padi mencapai 5,1 t/ha
dengan dosis pupuk 403 kg/ha. Namun pada tahun 1999,
pemberian pupuk dengan dosis 417 kg/ha, hasil padi turun menjadi
4,8 t/ha (Damardjati 2006).
Masalah
utama yang sering dihadapi dalam kegiatan pertanian organik
adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT),
terutama di daerah tropis karena kondisi iklim
tropis akan sangat mendukung perkembangan OPT. Oleh karena itu,
diperlukan pengendalian OPT yang intensif, antara
lain dengan menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida kimia sintetis
dilarang dalam sistem pertanian organik sehingga penggunaan pestisida nabati
menjadi sangat strategis. Dampak negatif penggunaan
pestisida sintetis meliputi polusi lingkungan (kontaminasi tanah,
air, dan udara), serangga hama menjadi resisten, resurgen maupun
toleran terhadap pestisida, serta dampak negatif lainnya.
Pupuk
hayati dapat diterapkan dalam bentuk cair maupun padat. Pupuk hayati berbentuk
cair umumnya harus segera digunakan karena memiliki masa simpan yang singkat,
serta mudah terkontaminasi. Pupuk hayati dalam bentuk padat lebih mudah
digunakan dan disimpan (Hardiatmi,2009). Kualitas pupuk hayati dapat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan misalnya suhu, pH, dan kontaminan. Faktor
lingkungan tersebut berpengaruh terhadap masa simpan, viabilitas, dan
efektivitas induksinya terhadap tanaman. Pupuk hayati yang baik dapat disimpan
dalam waktu lama tanpa menyebabkan penurunan viabilitas yang
signifikan. Pupuk hayati adalah mikrobia yang diberikan ke dalam tanah
untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara.
Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman
inangnya.
Konsep
pertanian berkelanjutan yang mengusung manajemen pengelolaan lahan pertanian
dengan mempertahankan kondisi lingkungan sehat dan dapat dipergunakan secara
terus menerus (sustainable) menjadi perhatian serius terutama dengan
kondisi lingkungan yang rusak saat ini (Hanafiah et al. 2005).
Pemanfaatan agen-agen hayati (biological agents) menjadi solusi dalam
konsep pertanian tersebut. Beberapa alasan tentang pentingnya agen hayati,
misalnya mikroba tanah dalam menjaga kesehatan lingkungan adalah: Pertama, agen
hayati dapat berperan sebagai dekomposer senyawa organik yang berasal dari
limbah.
Secara umum organisme tanah dikelompokkan menjadi dua
macam yaitu fauna dan flora tanah. Fauna tanh merupakan bagian penting dalam
ekosistem, termasuk pertanian, karena fauna tanah terlibat dalam berbagai
proses tanah antara lain degradasi bahan organik, mineralisasi unsur
hara, pengendalian populasi organisme patogen, memperbaiki struktur tanah dan
mencampur bahan organik dengan tanah ( Handayanto dan Hairiah, 2007).
Peranan organisme dalam tanah bermacam-macam. Ada yang
menguntungkaan, merugikan dan ada pula yang tidak berpengaruh sama sekali.Perubahan organik
menjadi humus hanya dapat terjadi dengan bantuan organisme dalam tanah. Semakin
banyak organisme dalam tanah berarti semakin tinggi kadarair tanah tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi biota atau kehidupan tanah di antaranya adalah
iklim, vegetasi, suhu, kelembaban dan keasaman (Soepardi, 1983).
Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui pengertian dan manfaat dari pupuk hayati dan pestisida nabati.
ISI
Pestisida
nabati merupakan kearifan lokal di Indonesia yang sangat potensial untuk
dimanfaatkan dalam pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), guna
mendukung terciptanya sistem pertanian organik. Secara umum pestisida nabati
diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan
atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Pestisida nabati
relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas juga oleh
karena terbuat dari bahan alami /nabati,maka jenis pestisida ini bersifat mudah
terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif
aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang
(Kardinan, 2008).
Pestisida
Nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida
nabati sudah dipraktekkan 3 abad yang lalu. Pada tahun 1690, petani di Perancis
telahmenggunakan perasaan daun tembakau untuk mengendalikan hama kepik pada
tanaman buahpersik. Tahun 1800, bubuk tanaman pirethrum digunakan untuk
mengendalikan kutu. Penggunaan pestisida nabati selain dapat mengurangi
pencemaran lingkungan, harganya relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan
pestisida kimia. Oleh karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis
pestisida ini bersifat mudah terurai di alam jadi residunya singkat sekali.
Pestisida nabati bersifat “pukul danlari” yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh
hama pada waktu itu dan setelah terbunuh maka residunya cepat menghilang di
alam. Jadi tanaman akan terbebas dari residu sehingga tanaman aman untuk
dikonsumsi. Pestisida nabati dapat membunuh atau menganggu serangga hama dan
penyakit melalui cara kerja yang unik yaitu dapat melalui perpaduan berbagai
cara atau secara tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik yaitu
merusak perkembangan telur, larva, dan pupa kemudian menghambat pergantian
kulit dan menganggu komunikasi serangga serta menyebabkan serangga menolak
makan. Selanjutnya menghambat reproduksi serangga betina dan mengurangi nafsu
makan, memblokir kemampuan makan serangga, mengusir serangga kemudian
menghambat perkembangan patogen penyakit (Anonimb, 2011).
Pestisida
nabati merupakan produk alam dari tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji,
kulit, dan batang yang mempunyai kelompok metabolitsekunder atau senyawa
bioaktif. Beberapa tanaman telah diketahui mengandung bahan-bahan kimia yang
dapat membunuh, menarik, atau menolak serangga. Beberapa tumbuhan menghasilkan
racun, ada juga yang mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu
siklus pertumbuhan serangga, sistem pencernaan, atau mengubah perilaku serangga
(Supriyatin dan Marwoto, 2000).
Secara
ekonomis, maka biaya pestisida nabati yang dikeluarkan petani relatif lebih
ringan dibanding pestisida sintetis, di mana harga pestisida sintetis di era
sekarang lebih mahal. Pestisida nabati/ alami diartikan sebagai suatu estisida
yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang tumbuh di sekitar kita.
Pestisida nabati relatif lebih mudah dibuat dan didapat oleh petani dengan
kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Dari sisi lain pestisida alami/
nabati, mempunyai keistimewaan yang bersifat mudah terurai di alam, sehingga
tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan
karena residunya mudah hilang. Pestisida nabati bersifat lebih aman dan nyaman,
yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu (bersifat kontak)
dan setelah hamanya terbunuh, maka residunya akan cepat menghilang di alam.
Dengan demikian, tanaman akan terbebas dari residu pestisida dan aman untuk
dikonsumsi.
Penggunaan
pestisida nabati dimaksudkan bukan untuk meninggalkan dan menganggap tabu
penggunaan pestisida sintetis, tetapi hanya merupakan suatu cara alternatif
agar pengguna tidak hanya tergantung kepada pestisida sintetis dan agar
penggunaan pestisida sintetis dapat diminimalkan, sehingga kerusakan lingkungan
yang diakibatkannya pun diharapkan dapat dikurangi dan waktu kerusakan
lingkungan dapat diperlambat pula. Kegunaan Pemakaian Pestisida Nabati : Untuk
meminimalkan pemakaian pestisida sintetis sehingga dapat mengurangi kerusakan
lingkungan, Untuk mengurangi biaya usaha tani yang mana bahan pestisida nabati
mudah didapat yang tumbuh di sekitar kita dan mudah dibuat oleh siapapun
khususnya para petani, Tidak membahayakan kesehatan bagi manusia dan ternak
peliharaan (Anonima, 2010).
Daun Mimba sebagai Pestisida Nabati
Mimba,
terutama dalam biji dan daunnya mengandung beberapa komponen dari produksi
metabolit sekunder yang diduga sangat bermanfaat, baik dalam bidang pertanian
(pestisida dan pupuk), maupun farmasi (kosmetik dan obat-obatan). Beberapa
diantaranya adalah azadirachtin, salanin, meliantriol, nimbin dan nimbidin
Azadirachtin sendiri terdiri dari sekitar 17 komponen dan komponen yang mana
yang paling bertanggung jawab sebagai pestisida atau obat. Mimba tidak membunuh
hama secara cepat, namun mengganggu hama pada proses makan, pertumbuhan,
reproduksi dan lainnya (Becker, 1965).
Azadirachtin
berperan sebagai ecdyson blocker atau zat yang dapat menghambat kerja hormon
ecdyson, yaitu suatu hormon yang berfungsi dalam proses metamorfosa serangga.
Serangga akan terganggu pada proses pergantian kulit, ataupun proses perubahan
dari telur menjadi larva, atau dari larva menjadi kepompong atau dari kepompong
menjadi dewasa. Biasanya kegagalan dalam proses ini seringkali mengakibatkan
kematian (Marwoto, 2000).
Salanin
berperan sebagai penurun nafsu makan (anti-feedant) yang mengakibatkan daya
rusak serangga sangat menurun, walaupun serangganya sendiri belum mati. Oleh
karena itu, dalam penggunaan pestisida nabati dari mimba, seringkali hamanya
tidak mati seketika setelah disemprot (knock down), namun memerlukan beberapa
hari untuk mati, biasanya 4-5 hari. Namun demikian, hama yang telah disemprot
tersebut daya rusaknya sudah sangat menurun, karena dalam keadaan sakit
(Ruskin, 1993).
Meliantriol
berperan sebagai penghalau (repellent) yang mengakibatkan serangga hama enggan
mendekati zat tersebut. Suatu kasus terjadi ketika belalang Schistocerca
gregaria menyerang tanaman di Afrika, semua jenis tanaman terserang belalang,
kecuali satu jenis tanaman, yaitu mimba. Mimba pun dapat merubah tingkah laku
serangga, khususnya belalang (insect behavior) yang tadinya bersifat migrasi,
bergerombol dan merusak menjadi bersifat solitair yang bersifat tidak merusak
(Untung, 1993).
Nimbin
dan nimbidin berperan sebagai anti mikro organisme seperti anti-virus,
bakterisida, fungisida sangat bermanfaat untuk digunakan dalam mengendalikan
penyakit tanaman. Tidak terbatas hal itu, bahan-bahan ini sering digunakan dan
dipercaya masyarakat sebagai obat tradisional yang mampu menyembuhkan segala
jenis penyakit pada manusia (Kardinan, 2003).
Manfaat
daun mimba sebagai pestisida nabati sangat mengguntungkan bagi para petani
dalam pengendalian hama secara biologis dan selain itu juga dapat digunakan
sebagai obat tradisional untuk kesehatan. Tanaman Mimba sebagai pestisida
nabati memiliki daya kerja yang efektif, ekonomis, aman, mudah didapat dan
ramah lingkungan. Zat-zat racun yang ada
di dalam tanaman mimba bermanfaat untuk insektisida, repelen, akarisida,
penghambat pertumbuhan, neumatisida, fungisida, anti virus. Racun tersebut
sebagai racun perut dan sistemik. Mimba memiliki efek anti serangga dengan
azadirachtin sebagai komponen yang paling paten (Thamrin , 2008).
Ekstrak
daun dapat berefek sebagai fungisida alami pada pengendalian penyakit
antraknosa pada apel pasca panen, berefek insektisida terhadap larva Aedes
aegypti. Toksisitas dapat menyebabkan iritasi mata dan jaringan lunak, serta
kemungkinan sebagai penyebab konjugtivitas dan inflamasi. Sudah sejak lama mimba digunakan sebagai
pestisida nabati dengan kemanjuran dan peruntukan yang luas (Broad spectrum),
baik digunakan secara sederhana di negara berkembang, maupun digunakan secara
terformula di negara maju, seperti Amerika Serikat. Pada awalnya hanya
diperuntukan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) pada tanaman
yang bukan untuk dikonsumsi, namun belakangan ini sudah diperkenankan
dipergunakan untuk mengendalikan OPT pada tanaman pangan (food crops). Diduga
aplikasi ekstrak daun mimba pada berbagai tingkat konsentrasi akan mempengaruhi
perkembangan hama Plutella xylostella dan dapat mengurangi persentase kerusakan
pada tanaman (Ruskin, 1993).
Cara
untuk menghasilkan pangan sehat dan aman (toyibanfood) antara lain dapat
melalui gerakan pertanian organik, yang melarang penggunaan pestisida kimia
sintetis, menggantinya dengan pestisida nabati yang bersahabat dengan
lingkungan dan aman bagi kesehatan manusia . Pestisida nabati dapat membunuh
atau mengganggu serangga hama dan penyakit melalui cara kerja yang unik, yaitu
dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja pestisida
nabati sangat spesifik, yaitu : Merusak perkembangan telur, larva dan pupa,
menghambat pergantian kulit, mengganggu komunikasi seangga, menyebabkan
serangga menolak makan, menghambat reproduksi serangga betina, mengurangi nafsu
makan, memblokir kemampuan makan serangga, mengusir serangga, dan menghambat
perkembangan patogen penyakit (Anonima, 2010).
Pada dasarnya pupuk
hayati berbeda dengan pupuk anorganik,
seperti Urea, SP 36, atau MOP sehingga dalam aplikasinya tidak dapat menggantikan
seluruh hara yang dibutuhkan tanaman. Produk tersebut memiliki bahan aktif yang
mampu menghasilkan senyawa yang berperan dalam proses pelarutan hara dalam
tanah. Fungsi senyawa tersebut yaitu membantu penyediaan hara dari udara dan
mematahkan ikatan-ikatan yang menyebabkan unsur hara tertentu tidak tersedia
bagi tanaman. Melalui mekanisme tersebut penyediaan unsur hara bagi tanaman
akan meningkat.
Sejumlah bakteri penyedia
hara yang hidup pada rhizosfir akar (rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri
pemacu tanaman (plant growth-promoting rhizobacteria=PGPR). Kelompok ini
mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat Njuga; (2) menghasilkan hormon
tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain); (3) menekan
penyakit tanaman asal tanah dengan memproduksi siderofor glukanase, kitinase,
sianida; dan (4) melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al., 1999; Glick et
al., 1995; Kloepper, 1993; Kloepper et al., 1991).
Beberapa
Biofertilizer Dan Manfaatnya
Secara
umum jenis dan manfaat yang dihasilkan mikroorganisme (biofertilizer) adalah
sebagai berikut :
1.
Bakteri Rhizobium
Bakteri Rhizobium adalah salah
satu contoh keompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi
tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini akan
menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya. Rhizobium hanya
dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada dalam bintil akar dari mitra
legumnya. Peranan Rhizobium terdapat pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan
masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya.Suatu pigmen merah yang
disebut Leghemeglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroit dan selubung
membran yang mengelilinginya. Jumlah Leghemeglobin di dalam bintil akar
memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi (Rao, 1994)
Rhizobium yang berasosiasi
dengan tanaman legum mampu menfiksasi 100-300 kg N/ha dalam satu musim tanam
dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Permasalahan yang perlu
diperhatikan adalah efisiensi inokulan Rhizobium untuk jenis tanaman tertentu.
Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan
produksi antara 10%-25%. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergangtung pada
kondisi tanah dan efektivitas populasi asli (Sutanto, 2002).
2.
Azospirillum dan Azotobacter
Ada beberapa jenis bakteri
penambat nitrogen yang berasosiasi dengan perakaran tanaman. Bakteri yang mampu
meningkatkan hasil tanaman tertentu apabila diinokulasikan pada tanah pertanian
dapat dikelompokkan atas dua jenis yaitu Azospirillum dan Azotobacter.
Azospirillum mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai pupuk
hayati. Bakteri ini banyak dijumpai berasosiasi dengen tanaman jenis
rerumputan, termasuk beberapa jenis serealia, jagung, cantel, dan gandum.
Sampai saat ini ada tiga spesies yang telah ditemukan dan mempunyai kemampuan
sama dalam menambat nitrogen yaitu Azospirillum brasilense, Azospirillum
lipoferum, dan Azospirillum amazonese. Azospirillum merupakan salah satu
mikroba di daerah perakaran. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini tidak
menyebabkan perubahan morfologi perakaran, meningkatkan jumlah akar rambut,
menyebabakan percabangan akar lebih berperan dalam penyerapan hara.
Keuntungan lain dari bakteri
ini, bahwa apabila saat berasosiasi dengan perakaran tidak dapat menambat
nitrogen, maka pengaruhnya adlah meningkatkan penyerapan nitrogen yang ada di
dalam tanah. Dalam hal ini pemanfaatan bakteri ini tidak berkelanjutan, tetapi
apabila Azospirillum yang berasosiasi dengan perakaran tanaman mampu menambat
nitrogen, maka keberadaan nitrogen di dalam tanah dapat dipertahankan dalam
waktu yang reatif panjang.
Ada dua pengaruh positif
Azotobacter terhadap pertumbuhan tanaman yaitu mempengaruhi perkecambahan benih
dan memperbaiki pertumbuhan tanaman. Kenaikan hasil tanaman setelah diinokulasi
Azotobacter sudah banyak diteliti. Di India inokulasi Azospirillum pada tanaman
jagung, gandum, cantel, padi, bawang putih, tomat, terong dan gubis ternyata
mampu menignkatkan hasil tanaman tersebut. Apabila Azospirillum dan Azotobacter
diinokulasikan secara bersama, maka Azospirillum lebih efektif dalam
meningkatkan hasil tanaman. Azospirillum menyebabkan kenaikan cukup besar pada
tanaman jagung, gandum dan cantel (Sutanto, 2002).
3.
Mikroba pelarut fosfat
Kebanyakan tanah di wilayah
tropika yang beraksi asam ditandai kahat fosfat. Sebagian besar bentuk fosfat
tersemat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanamam. Pada
kebanyakan tanah tropika diperkirakan hanya 25% fosfat yang diberikan dalam
bentuk superfosfat yang diserap tanaman dan sebagian besar atau 75% diikat
tanah dan tidak dapat diserap oleh tanaman (Sutanto, 2002).
4.
Mikoriza
Asosiasi simbiotik antara jamur
dan sistem perakaran tanaman tinggi diistilahkan dengan mikoriza. Dalam fenomena
ini jamur menginfeksi dan mengkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis
sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogen, dan mendapat pasokan
nutrisi secara teratur dari tanaman (Rao, 1994)
KESIMPULAN
Pupuk hayati adalah mikrobia yang diberikan
ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam
tanah atau udara. Pupuk hayati dapat diterapkan dalam bentuk cair maupun padat.
Pupuk hayati berbentuk cair umumnya harus segera digunakan karena memiliki masa
simpan yang singkat, serta mudah terkontaminasi. Pupuk hayati dalam bentuk
padat lebih mudah digunakan dan disimpan.
Manfaat pestisida nabati adalah Sebagai bahan
kimia dari tumbuhan; Dapat digunakan sebagai agen pengendalian hama; Bersifat
mematikan hama dengan cepat; Bersifat sebagai zat menghambat perkembangan
serangga/hama; Bersifat sebagai zat pemikat; Bersifat sebagai zat penolak;
Bersifat sebagai zat penghambat makan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonima,2010. Pembuatan Pestisida Nabati. http://www.shvoong.com. Diakses pada
tangga 23 April 2017.
Anonimb. 2011. Bahan-bahan nabati yang dapat digunakan sebagai pengendali organisme
pengganggu tanaman. http://faperta.uns.ac.id. Diakses pada tanggal 23 April
2017.
Backer dan Van der Brink, 1965. Insektisida Alami. http://ipb.ac.id.
pada. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Diakses pada tanggal 23 April 2107.
Cattelan, A.J., P.G. Hartel, and J.J.
Fuhrmann. 1999. Screening for plant
growth-promoting rhizobacteria to promote early soybean growth. Soil
Sci.Soc.Am.J. 63: 1.670-1.680.
Damardjati, D.S. 2006. Kebijakan Departemen Pertanian dalam Pengembangan Produk Pangan Organik.
Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran hasil Pertanian, Jakarta.
Hanafiah,
K. A., 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah.
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hadayanto
E, Hairiah K.2007. BiologiTanah.
Malang: Pustaka Adipura.
Hardiatmi, J.M.S., 2009. Pemanfaatan Jasad Renik Mikoriza Untuk Memacu Pertumbuhan Tanaman Hutan.
Dikutip Dari http://unsri.ac.id. Diakses Tanggal 23 April 2017.
Kardinan, A. 2003. Tanaman Pengendali Hama Lalat Buah. Agromedia Pustaka, Jakarta.
80 hlm
Kardinan A dan Dhalimi A. “MIMBA” (Azadirachta indica A.Juss) Tanaman Multi Manfaat.
Perkembangan Teknologi TRO Vol. XV No.1, 2003.
Rao, N.S.S. 1994. Soil Microorganism and Plant Growth. Oxford and IBM Publishing Co.
(Terjemahan H. Susilo. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman.
Universitas Indonesia Press)
Ruskin, 1993. Mengenal tanaman bahan pestisida nabati. IDEP Foundation. ISBN:
979-15305-0-5. PPL, Cianjur.
Soepardi, Goeswono.1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. IPB Press. Bogor.
Supriyatin dan Marwoto, 2000. Pestisida Nabati. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutanto,R.,2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan.
Kanisius Yogyakarta.
Thamrin dkk,2008. Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa Sebagai Pestisida Nabati. Jakarta:
Balai Pertanian Lahan Rawa.
Untung, 1993. Pestisida Alami ( Nabati). Jakarta: Erlangga.
No comments:
Post a Comment